Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Malam Anugerah Kusala Sastra Khatulistiwa 2025, Kemenbud Perkuat Pemajuan Kebudayaan lewat Sastra

Rizqa Leony Putri , Jurnalis-Selasa, 01 Juli 2025 |15:23 WIB
Malam Anugerah Kusala Sastra Khatulistiwa 2025, Kemenbud Perkuat Pemajuan Kebudayaan lewat Sastra
Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon saat menghadiri Malam Anugerah Kusala Sastra Khatulistiwa 2025. (Foto: dok Kemenbud)
A
A
A

JAKARTA – Kementerian Kebudayaan mendukung pelaksanaan Malam Anugerah Kusala Sastra Khatulistiwa 2025 sebagai bentuk komitmen dalam melestarikan sastra Indonesia. Meski sempat terhenti pada 2021, acara penghargaan ini kembali digelar untuk menjaga ekosistem sastra di Indonesia.

Acara yang dihelat di Graha Utama Gedung A Lantai 3 Kementerian Kebudayaan ini dihadiri langsung oleh Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon. Melalui pidatonya, Menbud Fadli menegaskan bahwa acara ini merupakan wujud komitmen pemerintah untuk terus memajukan kebudayaan nasional Indonesia.

“Dengan kehadiran Kementerian Kebudayaan yang kini berdiri sendiri, merupakan komitmen dari Bapak Presiden Prabowo Subianto yang ingin menjadikan kebudayaan sebagai fondasi pembangunan bangsa,” ujarnya.

Kusala Sastra Khatulistiwa merupakan agenda penghargaan kesusastraan Indonesia yang dihelat oleh Yayasan Richard Oh Kusala Indonesia (YRKI) untuk mengapresiasi pelaku sastra di Indonesia. Acara tersebut bukan sekedar penghargaan individual, tapi juga sebagai instrumen strategis dalam kemajuan kebudayaan.

Pada tahun ini, penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa 2025 dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kumpulan cerpen, novel serta kumpulan puisi.

Daftar panjang dalam kategori cerpen antara lain Akhir Sang Gajah di Bukit Kupu-kupu karya Sasti Gotama; Cerobong Tua Terus Mendera karya Raudal Tanjung Banua; Iblis Tanah Suci karya Arianto Adipurwanto; Kebun Jagal karya Putra Hidayatullah; Keluarga Oriente karya Armin Bell; Mei Salon karya lin Farliani; Musik Akhir Zaman karya Kiki Sulistyo; Musim di Rambut Ibu karya Mashdar Zainal; Pelayaran Terakhir karya Anggit Rizkianto; dan Pengetahuan Baru Umat Manusia karya Ken Hanggara.

Sementara itu untuk kategori puisi, terdiri dari CICA karya Cyntha Hariadi; Dengung Tanah Goyah karya lyut Fitra; Ekphrasis karya Tan Lioe le; Hantu Padang karya Esha Tegar Putra; Hidup Tetap Berjalan dan Kita Telah Lupa Alasannya karya lbe S. Palogai; Jejak Lintasan karya Raudal Tanjung Banua; Nyawa, Tinggallah Sejenak Lebih Lama karya Pranita Dewi; Selamat Malam, Kawan! karya Muhaimin Nurrizqy; Syekh Siti Jenar dan Sepinggan Puisi dalam Kobaran Api karya Syaiful Alim; dan Tilas Genosida karya A. Muttaqin.

Kemudian untuk kategori novel, terdapat Ajengan Anjing karya Ridwan Malik; BEK: Sebuah Novel karya Mahfud Ikhwan; Duri dan Kutuk karya Cicilia Oday; Ingatan lkan-ikan karya Sasti Gotama; Inyik Balang karya Andre Septiawan; Mari Pergi Lebih Jauh karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie; Matthes karya Alan TH; Oni Jouska karya Asep Ardian; Paya Nie: Sebuah Novel karya lda Fitri; dan Taksi Malam karya T. Agus Khaidir.

Berdasarkan daftar tersebut, kategori puisi dimenangkan oleh Esha Tegar Putra atas karyanya yang bertajuk Hantu Padang. Penghargaan untuk kategori cerpen jatuh kepada Akhir Sang Gajah di Bukit Kupu-kupu karya Sasti Gotama. Sementara penghargaan untuk kategori novel diberikan kepada Cicilia Oda atas karyanya berjudul Duri dan Kutuk.

Menbud Fadli Zon memberikan ucapan selamat pada para pemenang dan nominator, serta Richard Oh Kusala Indonesia selaku penyelenggara acara. Menbud berpesan agar tidak kenal lelah dalam memajukan sastra di dunia.

“Tentu melalui kerja kolaboratif, kerjasama, sinergi antara Kementerian Kebudayaan dengan komunitas dan pegiat sastra dengan para penulis,” ucapnya.

Kusala Sastra Khatulistiwa bukan hanya menjadi ajang penghargaan bagi pegiat sastra di Indonesia, namun juga langkah untuk menumbuhkembangkan minat karya sastra yang berkualitas.

Terdapat pembelian buku pemenang senilai Rp25 juta yang akan didistribusikan untuk sekolah, komunitas, perpustakaan, serta taman baca masyarakat, agar sastra dapat dijangkau mudah oleh seluruh kalangan.

Hal itu sejalan dengan komitmen Kementerian Kebudayaan untuk menguatkan ekosistem dan diplomasi kebudayaan melalui sastra.

Pada 2025, Kementerian Kebudayaan berencana melaksanakan delapan program, di antaranya Laboratorium Penerjemah Sastra, Laboratorium Promotor Sastra, Penerjemahan Karya Sastra, Penguatan Festival Sastra, Penguatan Komunitas Sastra, Manajemen Talenta Nasional Bidang Sastra, Pengembangan Sastra Berbasis IP, dan Promosi Sastra di dunia internasional.

“Ini suatu perintah konstitusi yang sangat jelas dan kemudian tentu dielaborasi kembali oleh Undang-Undang No. 5 tahun 2017,” tutur Menbud Fadli.

Selaras dengan pernyataan Menbud, Ketua YRKI, Pratiwi Juliani juga berharap bahwa anugerah sastra ini dapat memajukan sastra Indonesia.

“Besar harapan kami agar apresiasi ini mampu memberikan dampak positif,” ucapnya.

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital sekaligus kurator Kusala Sastra Khatulistiwa 2025, Nezar Patria, juga menggarisbawahi pentingnya memajukan kebudayaan lewat sastra.

“Berfokus pada ekosistem budaya berarti memberikan perhatian, dorongan, dan penguatan setiap unsur yang menopangnya,” ujarnya.

Turut hadir dalam acara tersebut, yakni Wakil Menteri Komunikasi dan Digital sekaligus kurator kegiatan Kusala Sastra Khatulistiwa 2025, Nezar Patria; Staf Khusus Menteri Bidang Diplomasi Budaya dan Hubungan Internasional, Annisa Rengganis; Direktur Pengembangan Budaya Digital, Andi Syamsu Rijal; serta Ketua Yayasan Richard Oh Indonesia, Pratiwi Juliani.

Pada akhir sambutannya, Menbud Fadli Zon berharap bahwa sastra Indonesia juga berkembang di kancah internasional dengan menekankan peran penerjemahan.

“Karena itulah, kepentingan kebudayaan bermaksud untuk menerjemahkan banyak karya-karya sastra Indonesia dari yang klasik, supaya ada continuity," katanya.

(Agustina Wulandari )

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita edukasi lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement