JAKARTA - Hari Buku Nasional diperingati setiap 17 Mei menjadi momen untuk meningkatkan kolaborasi antara sosial media dengan minat membaca. Tidak bisa dipungkiri, jika minat baca bisa didongkrak seiring dengan pemanfaatan teknologi saat ini.
Windy Ariestanty, pendiri Patjar merah sebuah komunitas literasi, menceritakan sebuah kisah bagaimana sebuah buku yang telah lama tidak terjual, namun dengan penggunaan teknologi saat ini bisa terjual sangat laris.
Awal mula terbentuknya komunitas membaca adalah dari kisah yang terjadi pada 2023. Ada seorang anak bernama Marguerite Richards yang menceritakan isi dari buku yang ditulis ayahnya selama hampir 10 tahun lalu berjudul “Stone Meidens”.
Buku tersebut dan belum pernah laku selama lebih dari 8 tahun. Ternyata, video mengenai buku menjadi viral dan buku karya ayahnya menjadi buku dengan penjualan terbanyak sedunia.
“Ketika covid ada satu buku judulnya “Stone Meidens” yang ditulis oleh seorang pria berusia 74 tahun yang hampir 10 tahun menulis buku itu tetapi buku itu tidak terjual, lalu anaknya aktif di tiktok dan dia cerita tentang buku yang ditulis bapaknya di tiktok. Tiba-tiba itu menjadi luas kontennya dibaca oleh banyak orang. Orang beramai-ramai membeli buku itu dan sekarang buku ini menjadi salah satu best seller dunia,” ujar Windy Ariestanty dalam bincang-bincang virtual berjudul “Rayakan Hari Buku Nasional: Simak #SerunyaMembaca bareng Penulis, Penerbit, dan Komunitas Buku di TikTok, Selasa (20/5/2025).
Setelah itu, banyak orang yang menggunakan platform ini untuk mendukung kegiatan literasi, seperti memberikan ulasan buku, unboxing buku baru, rekomendasi buku, tempat membaca buku, toko buku dan lain sebagainya.
Beberapa di antaranya Syarif, seorang konten kreator dan pendiri komunitas Torang Baca di Jayapura, Papua. Ia biasa memberikan rekomendasi buku, tempat membaca buku, toko buku dan lain sebagainya. Senada juga dilakukan Indra Dwi Prasetyo, seorang penulis dari buku berjudul “Dewasa Tak Seseram Isi Kepalamu” yang biasa merekomendasikan buku dengan menceritakan sisi yang menarik dari buku tersebut.
Pendekatan yang mereka lakukan dalam menjangkau pembaca, yaitu dengan storytelling atau menceritakan secara jujur mengenai isi dari sebuah buku. Hal ini sangat penting untuk membangun kepercayaan para pembaca, karena pada akhirnya pembaca yang akan memutuskan untuk membaca atau tidak buku tersebut.
“Kami sangat percaya pada pendekatan story telling, kuncinya dibicarakan. Aku pikir kejujuran untuk memulai bercerita apa yang kita suka dan tidak suka dari sebuah buku itu penting banget, karena ketika audiens atau pembaca kehilangan kepercayaan itu lebih susah. Pada akhirnya yang menentukan membaca dan tidak membaca itu tetap pembaca kok nantinya. Dengan dia mendengar apa yang kita ceritakan, mereka akan memutuskan konten ini saya butuh atau tidak,” ujar Windy Ariestanty
Aksi yang dilakukan para penggiat, pada tahun 2024 jumlah pembaca meningkat menjadi 72,4% dari yang sebelumnya 66,7% pada tahun 2023.
“Justru ketika pandemi terjadi, angka orang membaca buku meningkat drastis, termasuk di Indonesia. Di Indonesia peningkatan terjadi justru di kalangan pembaca muda,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, peran sosial media sebagai platform yang membantu dalam meningkatkan gerakan literasi mampu menghidupkan kembali penerbit yang hampir bangkrut pada saat pandemi.
“Toko buku-toko buku yang udah mau collabs pindah masuk ke tiktok lalu menawarkan bukunya dan mereka hidup dan terselamatkan. Penerbit-penerbit saat itu berhasil keluar dari zona merahnya ketika pandemi itu karena mereka mengaktifkan sosial media mereka,” jelasnya.
(Kemas Irawan Nurrachman)