Oleh karena itu, DR. Teuku Rezasyah menekankan pentingnya penyelesaian masalah cross-strait relation dilakukan melalui musyawarah secara damai antara Tiongkok dan Taiwan. Selain itu, menurut DR.Teuku Rezasyah, negara-negara ASEAN yang merupakan sumber pekerja migran terbesar seperti Indonesia, Vietnam, dan Thailand perlu membuat MOU bersama dengan Taiwan dalam menetapkan kriteria dan standar pekerja. Hal ini penting, karena ketergantungan tenaga kerja antara Taiwan dan ASEAN akan terus meningkat setiap tahunnya.
DR. Erry Dwi Kurniawan dari BRIN, menyikapi permasalahan cross-strait relation dari perspektif teknologi. Bahwa tidak terelakkan lagi Taiwan memeliki posisi central dan strategis dalam perang teknologi yang terjadi antara Tiongkok dan Amerika Serikat. Sebagai penghasil chips terbesar di dunia, kehadiran Taiwan sangat diperhitungkan dalam global semiconductor value chain.
Indonesia sendiri saat ini sedang mengembangkan industri semi konduktor dan membutuhkan banyak dukungan dari berbagai pihak, termasuk Taiwan. Dukungan utama ada pada pengembangan sumber daya manusia di mana Indonesia masih kalah dibandingkan dengan negara-negara lain di Kawasan ASEAN. Jumlah insinyur di Indonesia diperhitungkan sebanyak 5.300 orang per 1 juta penduduk, sedangkan di Vietnam mencapai 9.000 orang per 1 juta penduduk, dan Malaysia sebanyak 12.000 orang per 1 juta penduduk.
Di sektor pertanian, Kerjasama Indonesia dan Taiwan sudah terjalin semenjak 46 tahun yang lalu. Hal ini diungkapkan oleh Effendi Andoko, Sekjen HKTI. Pengalamannya selama studi dan mengajar di Taiwan memperlihatkan banyak kemajuan teknologi di bidang pertanian yang dapat diadopsi Indonesia. Salah satunya yaitu pesawat nirawak (drone) yang dapat mendeteksi pohon sawit yang sakit dari jutaan hektar lahan sawit. Teknologi yang belum ada di Indonesia dan tentunya akan sangat membantu petani sawit. Selain itu, potensi kerjasama Indonesia dan Taiwan bukan hanya dalam hal transfer teknologi, namun juga dalam kerjasama ekspor-impor yang pada akhirnya memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Mr. William W.L. Hsu menambahkan bahwa kerjasama tidak hanya pada bidang teknologi, ketenagakerjaan dan pertanian. Ada banyak potensi kerjasama yang diharapkan selain mempererat hubungan Indonesia dan Taiwan namun juga membuka ribuan bahkan jutaan lapangan pekerjaan di Indonesia.
Diskusi ini ditutup dengan sesi tanya jawab dan apresiasi dari peserta atas diadakannya pertemuan ini. Diharapkan ke depannya akan lebih banyak lagi diskusi sejenis yang semakin membuka peluang kerjasama antara Indonesia dan Taiwan dan di sisi lain memaksimalkan potensi alumni Taiwan yang sudah kembali ke tanah air. Bahkan bukan hanya untuk diskusi dan pengembangan jejaring alumni Taiwan, namun juga diharapkan 28 MOU yang telah disepakati dapat diperkuat melalui aksi tindak lanjut yang lebih nyata.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)