JAKARTA - Produk tembakau alternatif memiliki karakteristik profil risiko yang berbeda dengan rokok yang dibakar.
Berdasarkan hasil kajian ilmiah dari Indonesia dan berbagai negara, produk tembakau alternatif, termasuk produk tembakau yang dipanaskan dan rokok elektronik, memiliki profil risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan produk tembakau yang dibakar seperti rokok.
Maka itu, penting untuk memiliki regulasi yang berbeda antara produk tembakau alternatif dan rokok. Pemerintah pun diharapkan memiliki kebijakan yang berdasarkan kajian ilmiah.
Peneliti Pusat Riset Teknologi Pengujian dan Standar dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Prasetya mengatakan pihaknya memiliki perhatian terhadap konsep pengurangan risiko, termasuk pengurangan bahaya tembakau yang secara umum digunakan untuk merokok. Dalam hal ini, penelitian ilmiah menjadi penting karena produk tembakau alternatif berkontribusi dalam mengurangi risiko.
BRIN sendiri sedang melakukan penelitian di bidang produk tembakau alternatif yang dilakukan di laboratorium independen terakreditasi. Berdasarkan hasil sementara, penelitian BRIN menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif memiliki kandungan zat berbahaya yang jauh lebih rendah ketimbang rokok konvensional.
"Saya melihat bahwa sesuatu yang berbasis pada riset itu bisa dipakai platform untuk mengambil keputusan yang baik," ujar Bambang dalam acara pada Asia Pacific Harm Reduction Forum (APHRF) 2024 di Jakarta Convention Center, Rabu (3/7/2024).
Bambang meneruskan, kajian ilmiah mengenai produk tembakau alternatif perlu menimbang antara manfaat dan profil risikonya. Pada konteks ini, ada tiga pilar pertimbangan dalam sistem pengkajian penjaminan risiko.
Pertama, bioethics untuk memastikan kelancaran adopsi berdasarkan pertimbangan moral dan etika. Kedua, biosafety risk assessment untuk memastikan analisis dan sertifikasi risiko berbasis ilmiah. Ketiga, conformity assessment dari segi standar dan akreditasi untuk memastikan ketertelusuran dan saling pengakuan laboratorium.
Penerapan pengurangan bahaya pada produk tembakau alternatif, seperti rokok elektronik (vape) dan produk tembakau yang dipanaskan, juga punya potensi untuk dimaksimalkan menjadi solusi beralih dari kebiasaan merokok.
"Pengurangan bahaya tembakau adalah inovasi. Maka itu, kita harus serahkan ke ahlinya berdasarkan data yang baik, yang mana merupakan hasil kajian ilmiah. Hal ini bisa menjadi landasan kebijakan dari aspek kesehatan, sosial, dan ekonomi. Kalau kita bersinergi, maka bisa mendapatkan banyak manfaat," jelasnya.
Oleh karena itu, Bambang menyarankan agar kajian ilmiah lebih lanjut tentang produk tembakau alternatif dapat dilakukan agar masyarakat, terutama perokok dewasa, sehingga bisa memutuskan solusi untuk beralih dari kebiasaan merokok guna memperbaiki kualitas kesehatannya.
Prof. Amaliya dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, menambahkan pemanfaatan produk tembakau alternatif juga dapat menjadi salah satu strategi untuk menurunkan prevalensi merokok di Indonesia yang sudah mencapai 57 juta jiwa.
Amaliya menyampaikan, bahwa yang terbaik bagi perokok adalah tidak menggunakan produk tembakau sama sekali. “Namun, kita harus paham bahwa banyak perokok yang tidak bisa serta-merta meninggalkan produk tembakau sepenuhnya. Sehingga, produk tembakau alternatif yang tidak dibakar ini bisa menjadi opsi yang lebih baik bagi mereka,” lanjutnya.