Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Mycoplasma Pneumonia Ternyata Bukan Bakteri Baru, Ini Kata Ahli

Arsitta Dwi Pramesti , Jurnalis-Kamis, 07 Desember 2023 |11:18 WIB
Mycoplasma Pneumonia Ternyata Bukan Bakteri Baru, Ini Kata Ahli
Pneumonia di China kini mulai menyebar ke negara lain (Foto: Sky News)
A
A
A

JAKARTA – Mycoplasma Pneumonia membuat masyarakat global khawatir. Rupanya, ini bukan bakteri baru tetapi memang sudah ada bertahun-tahun sebelumnya.

Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Dr. dr. Nastiti Kaswandani, Sp.A(K) menyampaikan bahwa kasus mycoplasma pneumonia dunia terbanyak pada anak-anak. Proporsi mycoplasma pneumonia paling tinggi pada anak, sekitar 30%. 

 BACA JUGA:

"Kalau bayi sedikit, di bawah 5%," jelas Nastiti dalam YouTube Kemenkes, Kamis (7/12/2023).

Untuk itu, pihak Kementerian Kesehatan terus melakukan penelusuran kasus untuk merancang langkah preventif. "Tentu kami akan melakukan penelusuran ke depan. Meski kasus di Indonesia sudah lewat,

penyelidikan epidemi tetap jalan. Tim kami tetap menggali informasi," ungkap Dirjen P2P Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu.

 BACA JUGA:

Bukan Penyakit Baru

Meski saat ini mycoplasma pneumonia tengah menggemparkan dunia, Dokter Spesialis Anak RSCM Dr. dr. Nastiti Kaswandani, Sp.A(K) menyampaikan bahwa ini bukan penyakit baru. "Mycoplasma pneumonia bukan bakteri baru. Berbeda dengan Covid-19 yang virus baru," kata Nastiti.

Indonesia sudah pernah menangani kasus ini dan obat untuk penyembuhan bakteri mycoplasma pneumonia sudah tersedia di Indonesia.

Gejalanya penyakit ini hampir mirip dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada umumnya. Jika terjadi infeksi, biasanya ditandai dengan demam, batuk, nyeri tenggorokan, nyeri dada, dan lemas. Batuk inilah yang paling mengganggu karena dapat menetap hingga 3 minggu.

Namun dibanding virus Covid-19 atau virus influenza, keparahan virus ini jauh lebih rendah. Bahkan, literatur luar negeri, menyebut mycoplasma pneumonia sebagai walking pneumonia.

Hal ini dikarenakan penderita penyakit ini masih bisa jalan-jalan dan menjalankan aktifitas seperti biasa. Maka sebagian besar kasus dapat rawat jalan dengan pengobatan, sehingga anak dapat sembuh dengan perawatan tanpa rawat inap.

 BACA JUGA:

Untuk itu, Dokter Spesialis Anak ini menghimbau masyarakat untuk tidak panik dan tetap menjalankan Pola Hidup Bersih Sehat (PHBS). "Jadi tidak perlu kepanikan yang berlebihan di kalangan masyarakat. Karena mortalitasnya rendah, hanya 0,5-2 persen," pesan Nastiti.

(Marieska Harya Virdhani)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita edukasi lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement