JAKARTA - Sebagian lulusan kuliah dan meraih gelar sarjana saat ini masih kesulitan mencari pekerjaan. Padahal mereka sudah menempuh studi namun tidak dilirik oleh dunia kerja. Apa yang salah? Lulusan vokasi diyakini lebih terampil dan siap kerja.
Dirjen Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Kiki Yuliati mengatakan bagaimana lulusan vokasi harus semakin maju. Padahal, kata dia, lowongan kerja banyak dibuka dan tersebar di mana-mana. Akan tetapi kompetensi dan juga kecocokan antara perusahaan dan pencari kerja sulit untuk saling bertemu.
BACA JUGA:
"Jangan sampai sudah punya ijazah tetapi tidak siap saat terjun ke dunia kerja," katanya dalam keterangan kepada wartawan, dikutip Minggu (15/10/2023).
Dia memaparkan data tingkat pengangguran di negara Asean. Indonesia menduduki nomor 2 setelah Brunei.
"Apakah lapangan kerja sulit, atau kompetensi yang tak sesuai. Ini data 2023 lho. Kami berusaha keras mensupply," katanya.
BACA JUGA:
Sayangnya, kata dia, rata-rata lama sekolah di Indonesia baru 9 tahun atau sampai jenjang SMP. Bahkan SMA pun belum tamat.
"Kalau kita lihat pekerjaan dengan keahlian tinggi baru 57 persen yang terisi. Jumlah orang yang punya keahlian tinggi enggak banyak," katanya.
"Kami beri kesempatan mahasiswa kami ikut prpses dalam pembelajaran itu. Khusus vokasi bisa belajar dual sistem. Misalnya 1 tahun di kampus, sisanya di industri. Bisa 3 tahun di industri juga boleh," tuturnya.
Siap Menyambut Bonus Demografi
Ketua Steering Committee GNIK Pusat Yunus Triyonggo mengatakan dalam pertemuan ke-2: Kolaborasi Nasional Menuju Indonesia Kompeten 2030 Puncak Bonus Demografi 2030, Indonesia harus siap menghadapi bonus demografi. Kuncinya adalah mencetak sumber daya manusia unggul di semua sektor industri. Salah satunya pelatihan Soft Skills dan Digital untuk ratusan Mahasiwa dari beberapa Perguruan Tinggi di seluruh Indonesia melalui program MSIB Kemendikbud-ristek RI, serta program-program lainnya untuk percepatan menuju Puncak Bonus Demografi 2030.
"Memperkuat roadmap tersebut dengan mempertimbangkan perkembangan terbaru di berbagai sektor industri, termasuk transformasi digital dan berkembang pesatnya Artificial Intelligence (AI). Peningkatan kompetensi tenaga kerja akan menjadi salah satu prioritas utama yang akan dibahas, termasuk strategi pembentukan organisasi yang akan menjadi motor penggerak realisasi Renstra, masalah Link & Match antara Pendidikan vokasi dan kebutuhan industri," ucap Yunus.
Metode pelatihan yang efektif dalam mencetak tenaga kerja trampil termasuk utilisasi pelatihan online yang semakin marak ketersediaannya di pasar, dan pembentukan karakter tenaga kerja yang tahan banting dan memiliki mindset yang ingin terus belajar melalui pelatihan soft skills serta pengembangan karir yang efektif. Menurutnya isu daya saing SDM di berbagai negara menjadi mencuat dengan terbukanya akses antar negara.
"Kami ingin berkontribusi dalam peningkatan kualitas dan kompetensi SDM secara nasional di semue sektor industri terutama sektor industri prioritas seperti sektor manufaktur, pariwisata, otomotif, industri kreatif, digital, dan lain-lain," tuturnya.
BACA JUGA:
Indonesia harus bangkit dan mampu bersaing dengan tenaga kerja dari China atau India maupun Jepang dan Korea Selatan. Kita memiliki sumber daya manusia yang berpotensi dan berprestasi gemilang di tanah air, tinggal kita harus rela dan mau berkolaborasi baik pemerintah maupun non pemerintah merancang dan mengeksekusi program intervensi yang efektif dalam mencetak SDM teampil dan siap masuk ke dunia usaha dan dunia industri.
"Termasuk sektor digital dengan pemanfaatan AI yang semakin maju dan mendominiasi di masa mendatang," kata Achmad S. Ruky, sebagai Ketua Advisory Committee GNIK Pusat.
(Marieska Harya Virdhani)