Share

Resensi Buku: Bumi Manusia

Reza Hardiyanti, Presma · Minggu 02 April 2023 06:01 WIB
https: img.okezone.com content 2023 03 29 65 2789266 resensi-buku-bumi-manusia-JP4Z41iNsK.jpg Buku Bumi Manusia (Dok: Goodreads)

JAKARTA - Bumi manusia adalah salah satu novel yang memberikan kritik terhadap kondisi sosial di Indonesia dengan latar waktu di akhir abad 19 hingga abad 20, yaitu pada masa penjajahan kolonial Belanda.

Tidak hanya itu, novel ini juga menceritakan tentang kisah percintaan seorang pribumi dengan seorang gadis Indonesia yang merupakan keturunan Belanda.

Minke adalah seorang priyayi keturunan pribumi dengan sosok yang berpemikiran revolusioner dan mengagumi peradaban Eropa. Di dalam tubuhnya mengalir darah para raja di Pulau Jawa, namun dirinya hampir tidak dikenali lagi sebagai orang Jawa.

Walaupun demikian ia tetap dianggap rendah oleh teman-teman di sekolahnya, karena dia hanyalah seorang pribumi.

Sebagai siswa HBS (HogereBurgerschool) yang berprestasi, Minke juga sosok pemuda cerdas yang juga mencintai sastra. Karena kecintaannya terhadap sastra ia kerap kali menulis artikel untuk koran dan berani melawan pemerintah sebagai penulis berita, dengan menggunakan nama penanya yaitu, Max Tollenaar. Hal tersebut dilakukan demi keamanannya sendiri.

Pertemuan Minke dengan gadis bernama Annelies yang merupakan putri dari Nyai Ontosoroh banyak menimbulkan masalah baru. Perasaan yang timbul di antara keduanya menimbulkan banyak pihak melarangnya, termasuk ayah dan Kakak Minke.

Juga kedekatan Minke dengan Nyai Ontosoroh membuat ayah Minke tak setuju karena dia hanyalah seorang Nyai yang dianggap menjijikan oleh masyarakat dan sama rendahnya dengan binatang peliharaan.

Follow Berita Okezone di Google News

Konflik dan permasalahan mulai bermunculan ketika Minke berhubungan dengan keluarga Nyai Ontosoroh, mulai dari ayah Minke yang tak setuju, hilangnya hak asuh Nyai Ontosoroh atas Annelies, pernikahan yang tidak sah, hingga tuduhan atas pembunuhan Tuan Mallema, suami Nyai Ontosoroh. Hal tersebut membuat kebahagiaan Minke dan Annelies harus direnggut oleh hukum bangsa kolonial.

Namun, kemajuan pemikiran dan perjuangan Nyai membuat Minke semakin mengaguminya. Minke terkagum-kagum pada sosok Nyai Ontosoroh karena seorang Nyai ini dapat berjuang dan berhasil sukses tanpa tuannya serta memiliki wawasan yang luas, beliau juga mampu mengurus perusahaannya walaupun dicampakan oleh suaminya.

Seperti apa yang dikatakan oleh Nyai Ontosoroh “Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri.”

Nyai Ontosoroh memiliki perusahaan Boerderij Boeitenzorg yang berarti istana tanpa kecemasan. Nyai juga memiliki pengawal yang tampak menyeramkan, bernama Darsam. Peran Darsam boleh dibilang penting bagi keluarga Herman Mellema dengan Nyai Ontosoroh sebagai istri dan dua anaknya. Peran Darsam begitu besar. Ia bukan "pembantu" biasa.

Kesetiaan Darsam tidak diragukan, ketika Nyai Ontorosoh dikecam warga di pengadilan, Darsam lah yang membela dan melindunginya. Begitupun dalam mengawal Minke agar aman dari pembunuh bayaran yang mengincarnya.

Kehadiran novel Bumi Manusia seolah-olah membawa semua orang ke masa di mana pemerintah Hindia Belanda menjajah negeri ini. Pembaca dapat menyaksikan peristiwa yang terjadi pada masa itu dan bagaimana kegigihan pribumi dalam memperjuangkan keadilan.

Karena kepopuleran novel ini, sutradara Hanung Bramantyo mengadaptasikan novel ini menjadi sebuah film. Dengan memilih aktor yang popularitasnya cukup tinggi. Yaitu Iqbal Ramadhan yang berperan sebagai tokoh utama, yaitu Minke.

Film yang berdurasi kurang lebih tiga jam ini sangat menarik untuk ditonton karena banyak memberikan nilai-nilai sejarah. Penggambaran alur cerita pun cukup ringan dibandingkan dengan bukunya yang menggunakan bahasa cukup tinggi sehingga pembaca harus berpikir keras dalam memahami alur ceritanya.

Kelemahan dari film Bumi Manusia adalah masih banyaknya polemik yang tidak sesuai dengan buku aslinya.

Seperti perdebatan antara Minke dengan Sarah dan Miriam de la Croix, kisah Nyai Ontosoroh dan Maiko yang tidak dikuak secara mendalam, hingga diskusi antara Minke dengan guru favoritnya yang mengajar bahasa dan sastra di HBS (HogereBurgerschool). Magda Peters hanya mendapat porsi sedikit di film ini.

Walaupun begitu, kehadiran novel dan film ini banyak memberikan pesan dan tentunya menambah wawasan, film ini juga menarik untuk ditonton oleh kalangan remaja karena menceritakan sejarah yang dibalur oleh kisah cinta Annelies dengan Minke.

Kisah ini mengingatkan kita bahwa manusia memang dituntut untuk bisa menyesuaikan dengan segala perubahan yang ada. Tapi kebudayaan sendiri jangan sampai tergantikan atau hilang karena itu adalah jati diri atau identitas sebuah bangsa.

Reza Hardiyanti adalah Mahasiswa UIN Bandung. Penulis juga aktif dalam Presma Suaka UIN Bandung.

1
3
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.

Berita Terkait

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini