Terkait dua permasalahan tersebut, Rieke sudah menyampaikan surat resmi kepada para menteri terkait.
"Saya dengar baru tiga dulu yang didapat, kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, dan kematian. Tapi, saya merekomendasikan dalam surat resmi saya kepada para menteri, jangan ditutup ruang untuk mendapatkan jaminan hari tua dan hari pensiun untuk para pelayan publik non PNS. Toh juga skemanya juga dipotong upah," ucap Rieke.
Saat ini, Rieke mengaku yakin bahwa Presiden Joko Widodo dan jajaran kementerian/lembaga tidak hanya bekerja dengan rasionalitas, tetapi juga dengan hati.
"Ini nasib jutaan orang. Negara bisa runtuh kalau tanpa pelayan publik yang begitu banyak," ucapnya.
Sebelumnya, Rieke telah menemui Menteri Anas untuk membicarakan nasib para honorer dan PPPK. Perjuangan Rieke itu mendapatkan sambutan positif. Ia mengatakan alasannya memperjuangkan nasib honorer dan PPPK didasarkan pada keluhan para honorer dan PPPK yang dia dengar dalam kunjungan kerja sebagai anggota DPR RI.
Beberapa waktu lalu, Rieke pun bertemu dengan guru honorer di SD Inpres Burean 2 Durean, Kecamatan Amarasi Selatan, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, bernama Nuryati. Nuryati menjadi guru honorer sejak tahun 2005. Namun karena usianya sudah di atas 35 tahun, Nuryati tidak bisa mengikuti proses rekrutmen CPNS.
"Tolong kami, guru-guru, terutama guru-guru di pedalaman. Mohon sekali, kasihanilah kami. Bukan hanya saya, melainkan juga semua guru yang ada di Indonesia. Guru bisa mencerdaskan anak bangsa kalau dia bisa merasa sejahtera," ucap Nuryati.
(Fakhrizal Fakhri )