Propolis
Muhammad Sahlan, peneliti di Fakultas Teknik Universitas Indonesia, mengembangkan propolis sebagai "alternatif pengobatan" untuk Covid-19. Propolis, yang juga dikenal sebagai "lem lebah", adalah zat resin yang dikumpulkan oleh lebah dari berbagai jenis tanaman. Ekstrak propolis dikenal memiliki berbagai manfaat antara lain antiseptik, anti-inflamasi, antioksidan, antikanker, hingga menguatkan sistem pertahanan tubuh.
Sejak 2010, pria yang menyandang gelar doktor di bidang teknik kimia ini berusaha "mensaintifikasi" manfaat propolis dengan meneliti struktur molekulnya — melihat caranya berikatan dengan molekul target dalam sel. Propolis yang ia gunakan dalam penelitian berasal dari Tetragonula biroi, lebah tak bersengat asal Sulawesi Selatan.
Akhir Januari lalu, ilmuwan di China menerbitkan publikasi tentang struktur protease virus Covid-19, bagian yang digunakan oleh virus untuk menempel pada sel inang. Dalam struktur yang dipublikasikan itu, sang ilmuwan menyertakan molekul sintetis, disebut N3, yang bisa menjadi inhibitor atau penghambatnya.
Setelah membaca publikasi tersebut, Sahlan dan kawan-kawan langsung melakukan pemodelan dengan senyawa-senyawa kimia yang berasal dari propolis. Senyawa-senyawa itu dinilai berdasarkan kemampuannya untuk menempel pada struktur protease virus Covid-19 — membuatnya jadi tidak bisa menempel pada sel manusia.
Ia menemukan tiga dari sembilan senyawa yang ada di propolis asli Indonesia bisa menempel yang cukup baik pada virus Covid-19. Bila senyawa N3 memiliki nilai -8, senyawa Sulawesins a memiliki nilai -7.9, Sulawesins b -7.6 dan deoxypodophyllotoxin -7.5.
"Semakin negatif nilai yang dimiliki, semakin besar kemampuan senyawa menempel pada virus Covid-19," kata Sahlan. "Makanya saya bilang, ini kelihatannya kita punya potensi."
Seluruh penelitian ini baru dilakukan di komputer atau in silico. Sahlan mengatakan, untuk bisa sampai ke tahap uji preklinis (uji coba pada hewan) dan uji klinis (uji coba pada manusia), ia membutuhkan sampel virus Covid-19.
"Kita berharap sampai ke situ (uji klinis), tinggal ketika kita punya akses untuk bisa ke situ, kita akan lakukan," ujarnya.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan mengelompokkan obat herbal atau obat bahan alam ke dalam jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Obat bahan alam yang klaim khasiatnya dibuktikan berdasarkan data empiris, tapi belum melalui uji pra klinik, dikategorikan sebagai jamu.
Maka dari itu, propolis ini baru bisa ditawarkan sebagai jamu, bukan obat Covid-19, kata Sahlan.
"Selama aman, tidak, selama ada evidence-nya ... bisa menjelaskan untuk membantu supaya tidak terjadi infeksi, kita bilangnya jamu."