JAKARTA – Dari jurnalis di negara-negara pascakonflik, Guy Gunaratne, imigran asal Sri Lanka yang bermukim di London, tidak menyangka bahwa novel pertamanya bisa masuk dalam daftar nomine penghargaan bergengsi di kalangan penulis The Man Booker Prize 2018 Longlist.
Novelnya yang berjudul In Our Mad and Furious City berhasil masuk dalam daftar 13 buku dari 171 buku yang masuk untuk didaftarkan. Jumlah ini tercatat sebagai jumlah buku terbanyak yang diajukan dalam sejarah 50 tahun penghargaan bergengsi tersebut.
Syarat buku yang dikirim, yakni harus diterbitkan di Inggris dan Irlandia antara 1 Oktober 2017 dan 30 September 2018. Pengumuman pemenang telah dilakukan pada 16 Oktober lalu di Guildhall London pada jamuan makan malam dan disiarkan langsung oleh BBC .
Guy memang belum meraih hadiah utama, tapi prestasinya sebagai penulis muda patut diacungi jempol. Lelaki kelahiran tahun 1984 dari garis keturunan Sri Lanka ini mengaku mendapatkan kabar beberapa hari sebelum daftar itu diumumkan secara resmi.
“Humas saya mengirimi saya e-mail . Saya melompat-lompat di dapur. Saya menelepon istri saya. Saya tidak pernah melakukan percakapan dengan penulis lain, dalam hal lintasan menulis karier,” ujarnya.
Baca Juga: Strategi UGM Bereskan Polemik Sawit di Kawasan Hutan
“Kenyataan saya mendapatkan kesempatan untuk melakukan ini luar biasa. Daftar panjang Booker, saya rasa, memberi Anda ruang dan waktu untuk melakukan apa yang Anda inginkan dalam hal menulis. Dan itu penting bagi saya karena semua yang benar-benar saya harapkan adalah ruang dan waktu,”ucapnya.
Meski novel pertamanya mengambil lokasi di London, Inggris, bukan berarti novel kedua juga akan berlokasi di sana lagi.
“Ini dimulai di London, tetapi ini bukan novel tentang tempat. Ini tentang bahasa. Puisi Arab, hubungan ayah dan anak, Suriah,” katanya, dikutip The Guardian.
Menurut The Edinburgh International Book Festival , novel debutnya adalah potret yang tak terlupakan selama 48 jam di perumahan London. Kisah ini berpusat pada tiga orang, yakni Selvon, seorang atlet, Ardan yang terobsesi pada musik, dan Yusuf yang menggilai sepak bola. Novel ini disebut sebagai novel yang provokatif sekaligus puitis.
Baca Juga: Ratusan Mahasiswa Unwar Antusias Ikuti Seminar 'Literasi Jaman Now' Bersama MNC
Sementara itu, para juri The Man Booker Prize 2018 menilai novel ini merupakan mosaik ambisius, novel tentang kota yang terdalam untuk zaman sekarang, menjelajahi trauma sosial lintas generasi, dan menyampaikan penderitaan dan energi orang-orang yang terpinggirkan, orang luar, dan yang tertindas. Baik melalui panorama sosial maupun gaya thriller . Kisah ini juga berisi energi yang hidup dan beberapa alur plot yang luar biasa yang bertentangan dengan apa yang mungkin menjadi harapan budaya. Guy dianggap memiliki cara yang elegan memindahkan ambisi besar dan kecil dari karakter di kisahnya.
Para juri yang menilai novel-novel ini, yaitu penulis filosofi Kwame Anthony Appiah, penulis kriminal Val McDermid, penulis kritik budaya Leo Robson, penulis feminis dan kritikus Jacqueline Rose, lalu seniman dan novelis grafis Leanne Shapton. Selain penghargaan ini, Guy juga terpilih dalam penghargaan The Goldsmiths Prize dan The Gordon Burn Prize 2018 . Dia juga menjadi salah satu penulis fiksi debut terbaik Ali Smith pada 2018 di Cambridge Literary Festival .
(Feb)