“Kontestasi ideologi-ideologi ini melahirkan perebutan pasar ideologi dan pencarian ideologi alternatif ditambah dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi yang memudahkan orang untuk mencari nilai-nilai atau ideologi yang sesuai dengan keyakinannya,” kata jenderal purnawirawan polisi tersebut.
Benchmark dari negara Amerika Serikat, kini terjadi pertarungan ideologi antara liberalisme dengan nasionalisme proteksionis yang mengedepankan prinsip “America First” untuk melindungi kepentingan nasionalnya.
“Pertentangan ini bahkan telah membentuk polarisasi di masyarakat AS dan timbulkan kegamangan di kalangan generasi muda AS. Sementara RRT dapat mempertahankan identitas bangsa nya yang memiliki ideologi komunis dengan mengakomodasi praktik kapitalis untuk meningkatkan kondisi ekonomi dan kesejahteraan rakyatnya,” ujar Budi.
Bagi bangsa Indonesia yang majemuk dengan lebih dari 663 kelompok suku besar dan 652 bahasa, situasi ini mengancam kebhinekaan yang menjadi ruh kita sebagai sebuah bangsa.
“Pancasila sebagai ideologi perekat bangsa indonesia yang selama ini telah mempersatukan kebhinekaan Indonesia mendapatkan ujian berat berupa gempuran dari ideologi-ideologi luar. Apabila hal ini dibiarkan, maka rakyat Indonesia tidak lagi dapat mengasosiasikan dirinya sebagai sebuah bangsa besar dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” sebutnya.