Lagi-lagi di luar perkiraan, cuaca ekstrem dengan ombak yang lumayan ganas, membuat perahu harus melewati sungai hingga masuk di area terdalam kawasan hutan wilayah tersebut demi sedikit menghindar dari ombak. Namun selama perjalanan itu, mereka dapat menyaksikan eksotisme Papua seperti hutan mangrove yang sangat alami nan indah. “Bonus kami bisa melihat keindahan itu,” ujar Rachmawan lagi.
Ia tidak mengetahui nama sungai tersebut, yang jelas belum berada di wilayah Asmat. Tanpa disadari Matahari tenggelam, namun pergulatan di sepanjang sungai belum juga usai, artinya perjalanan masih jauh. Sekira pukul 19.00 WIT, nelayan yang mengantarkan mereka menghentikan kapal. Pada awalnya mengira ada kerusakan, namun setelah berkomunikasi memutuskan untuk bermalam di tengah sungai tersebut. Dengan kondisi seadanya para dosen ini pun menginap di atas perahu. Semalam penuh, tidak ada yang turun dari kapal begitu juga dengan penduduk lokal yang mengangkut tim ini.
Sekira pukul 05.30 WIB, perjalanan dilanjutkan, setelah melewati sungai kemudian membelah lautan hingga pukul 12.30 WIT tiba di Distrik Agats, Kabupaten Asmat Papua. “Selama menginap itu awak kapal yang lima orang sama sekali tidak berani turun jadi di atas kapal terus. Belakangan diketahui kalau di sepanjang sungai itu masih ada buayanya,” katanya.
Hendro Wartatmo, Dokter Spesialis Bedah RSUP Dr Sardjito ini meyakini ada tangan Tuhan yang membantu dalam perjalanan itu sehingga tim bisa selamat sampai ke Asmat. Termasuk dirinya yang berusia paling tua, masih mampu melakukan perjalanan berat itu, berada di atas kapal nyaris 22 jam. “Karena perkiraan sampai Maghrib jadi tidak membawa makanan, akhirnya kami makan perbekalan apa adanya. Perjalanan ini seperti menyambung nyawa,” ujarnya.
Bagi Fita yang juga dokter spesialis anak, perjalanan itu merupakan pengalaman pertama yang ia rasakan. Sebelumnya, ia pernah melakukan tugas di Kalimantan, namun kondisi medan tidak seberat di Papua. Ia sempat tercengang, setelah tiba di Asmat, mendapatkan cerita rute yang dilaluinya sering terjadi kapal tenggelam lantaran tidak kuat menahan benturan ombak. Serta masih banyak cerita peristiwa lain dari warga yang jika itu ia dapatkan saat di Mimika, tak berani mengambil jalur laut dengan menggunakan perahu.