JAKARTA - Kampus Universitas Indonesia (UI) yang berada di Depok, Jawa Barat, membuat akademisi kampus ini terdorong untuk menghadirkan dan melestarikan kesenian daerah Gong Si Bolong. Kesenian tersebut merupakan kesenian asli penduduk asli Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Beji, Depok.
Gong Si Bolong menjadi legenda, karena tidak seperti gong pada umumnya. Gong Si Bolong dihadirkan dalam Festival Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) Universitas Indonesia (UI) yang masih berlangsung hingga 10 November 2023 di Perpustakaan, Kampus UI Depok. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pada Festival PPM UI kali ini, seluruh elemen festival sarat akan seni budaya klasik Tanah Air. Mulai dari panggung utama, booth pameran, Kirab Budaya yang akan dilakukan oleh para dosen dan mahasiswa UI, hingga pertunjukan seni dan budaya nusantara, seperti Jathilan, Jlantur, Topeng Ireng, dan Gong Si Bolong.
BACA JUGA:
Di bawah rimbunnya pepohonan, panggung Festival PPM UI 2023 berdiri megah di tengah selasar Gedung Perpustakaan UI. Ditambah, panggung menghadap ke sisi danau sehingga para pengunjung festival dapat merasakan keasrian dan hijaunya kampus UI Depok. Panggung Festival PPM UI memiliki lebar sepanjang 8 meter dan tingginya mencapai 7 meter. Desain Panggung Budaya Festival PPM UI 2023 dikreasikan oleh Tim Pengabdi Direktorat Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPM) UI, yaitu Dwi Kristianto dan A. Donny Kurniawan.
Backdrop panggung berbentuk padi ini didominasi warna emas yang melambangkan Indonesia Emas 2045. Di tengahnya pun terdapat logo Makara UI. Pembuatan panggung festival memakan waktu lebih kurang satu bulan, dengan memberdayakan pengrajin setempat di Kota Boyolali dan dibawa langsung ke kampus UI Depok melalui jalur darat. Seluruh material dekorasi yang digunakan mengambil dari bahan alam berupa bambu, ranting-ranting, dan kertas yang ketiganya menjadi simbol semangat dari kegiatan ini.
“Panggung Festival PPM UI melambangkan kekayaan Indonesia yang tidak hanya terletak pada alam, melainkan juga pada manusia dan budaya yang menyertainya. Interaksi antarketiganya menciptakan kehidupan yang dinamis dan beraneka, yang saling berkelindan membentuk notasi makna. Interaksi yang muncul tidak hanya berupa harmonisasi tetapi juga tantangan bagaimana mengelola alam, manusia, dan lingkungan. Kami berharap, panggung festival kali ini mampu menerjemahkan tema kegiatan Festival PPM UI 2023: Meraki Bentala—Bakti UI untuk Indonesia,” ujar Dwi Kristianto.
BACA JUGA:
Lebih lanjut Dwi Kristianto mengatakan, kata Meraki dan Bentala mungkin masih asing di telinga masyarakat. Namun, kedua kata tersebut merupakan Bahasa Indonesia. Meraki bermakna melakukan sesuatu dengan cinta, kreativitas, dan sepenuh jiwa. Sedangkan, Bentala memiliki arti bumi, tanah. “Maka jika ditarik makna secara keseluruhan, Meraki Bentala adalah peran dan kontribusi sivitas akademika UI yang diterjemahkan dalam program pengabdian masyarakat sebagai bentuk bakti terhadap bumi pertiwi. Kami selaku sivitas akademika UI ingin berkarya sepenuh jiwa melalui pengetahuan dan inovasi untuk kebermanfaatan masyarakat di Tanah Air Indonesia,” kata Dwi Kristianto.
Festival PPM UI 2023 memiliki sejumlah rangkaian acara berupa pameran 34 produk inovasi sosial; Simposium Internasional dan Talk Show; Kirab Budaya Nusantara; serta Pertunjukan Seni dan Budaya dengan mendatangkan langsung para pegiat seni dari asal daerahnya masing-masing, maupun penampilan dari siswa-siswi sekolah di Depok, serta para mahasiswa UI. Pada kesempatan tersebut, UI juga menghadirkan pertunjukan seni budaya yang terancam punah, yaitu Gong Si Bolong.
Mengenal Gong Si Bolong
Gong si Bolong merupakan kesenian asli warga Depok. Karena ditemukan di sekitar oleh penemunya di sekitar Ciganjur yang saat itu masih berada dalam satu area dengan Depok.
Yang mengistimewakan Gong si Bolong dari kesenian daerah lain, yaitu akulturasi kesenian Sunda dengan Betawi. Yakni musiknya bernuansa Sunda, sedangkan nyanyian menggunakan bahasa Betawi. Pada masa lalu, budaya Sunda sebatas Cibinong. Sementara Cilandak, Cirendeu, Pondok Labu, Depok, dan Bekasi, masih dipengaruhi oleh etnis Betawi.
BACA JUGA:
Alat musik Gong si Bolong terdiri dari Gong, Gendang, Bende, Rebab, Terompet, Keromong, serta Saron. Pemainnya dilakukan oleh 12 anggota. Tak hanya alunan musik, kesenian tersebut seringkali digabungkan untuk mengiringi pagelaran wayang kulit dan terdapat tari Nayub di bagian pertengahan musik. Inovasi penggabungan wayang kulit baru dimulai sekira tahun 1965 sesuai dengan permintaan masyarakat.
Daerah persebaran musik Gong si Bolong di antaranya Depok, Pondok Jengkol, Kunciran, Pondok Kacang, Pondok Aren, Pamulang Barat serta Pamulang Timur. Gong si Bolong biasa dimainkan untuk memeriahkan pesta khitanan, perkawinan, maupun acara lamaran.
Gong si Bolong memiliki ciri terdapat lubang dengan diameter 10 Cm di bagian tengahnya. Bolongnya gong, tak berarti tidak memiliki suara yang layak. Menurut tuturan, gong ini malah memiliki suara yang nyaring. Keanehan gong ini tak ayal menimbulkan nuansa magis bagi para warga Depok pada masa silam, yang akhirnya dikembangkan menjadi suatu gelaran kesenian setempat.
(Marieska Harya Virdhani)