Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam UI Teliti soal Kanker, Ini Hasilnya

Marieska Harya Virdhani, Jurnalis
Selasa 17 Oktober 2023 12:00 WIB
Guru besar UI dikukuhkan dan meneliti tentang penyakit kanker (Foto: UI)
Share :

JAKARTA - Pasien kanker diminta tidak datang terlambat saat berobat atau deteksi dini. Pelayanan yang lebih cepat akan meningkatkan peluang kesembuhan.

Materi itu menjadi penelitian Prof. Dr. Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, Sp.PD-KHOM, M.Epid, M.Pd.Ked, FACP, FINASIM., Dia dikukuhkan sebagai guru besar bidang Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI). Ia menyampaikan pidato berjudul “Penanganan Komprehensif Kanker sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Kanker di Indonesia dalam Rangka Menuju Indonesia Emas 2045”.

 BACA JUGA:

Prevalensi Pasien Kanker

Prof. Ikhwan mengatakan bahwa angka kejadian dan kematian akibat kanker terus meningkat secara global, termasuk di Indonesia. Data GLOBOCAN 2020 memperkirakan adanya 19,3 juta kasus kanker baru dan hampir 10 juta kematian akibat kanker pada tahun 2020. Berbagai penelitian juga menunjukkan adanya peningkatan tren kanker awitan dini atau kanker yang terjadi pada usia <50 tahun. Menurutnya, meningkatnya angka harapan hidup dan berbagai faktor risiko terkait transisi gaya hidup seperti merokok dan pola diet mungkin berkontribusi pada peningkatan beban kanker ini.

 BACA JUGA:

Datang saat Sudah Stadium Lanjut

Dalam penanganan kanker, terdapat berbagai tantangan mulai dari pencegahan hingga paliatif. Pasien sering kali terlambat dalam menerima pemeriksaan dan baru datang berobat saat stadium lanjut. “Faktor pendidikan yang kurang, rendahnya pendapatan, jauhnya jarak ke tempat pelayanan kesehatan, penggunaan terapi komplementer dan alternatif, serta rendahnya cakupan deteksi dini kanker menjadi faktor besar keterlambatan layanan kesehatan yang didapat pasien. Keterlambatan penanganan kanker tidak hanya berdampak pada kualitas hidup pasien, namun juga berdampak pada biaya pelayanan kesehatan,” ujar Prof. Ikhwan dalam upacara pengukuhan yang dipimpin oleh Rektor UI Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D.

Sementara itu, bila kanker tidak ditangani secara komprehensif, Prof. Ikhwan menyampaikan bahwa kanker dapat menjadi ancaman bagi Indonesia yang akan mencapai puncak bonus demografi pada tahun 2045, bersamaan dengan Indonesia berusia tepat 100 tahun atau disebut sebagai Indonesia Emas 2045. Hampir sepertiga hingga setengah kasus kanker di Indonesia dapat dicegah apabila masyarakat mendapat pemahaman yang baik mengenai faktor risiko kanker dan perkembangan intervensi pencegahan kanker. Terkait hal ini, WHO merekomendasikan setiap negara agar memiliki rencana pengendalian kanker nasional yang berfokus pada equity dan akses dan mencakup aspek pencegahan, skrining, diagnosis, pengobatan, survivorship, serta perawatan (bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga saat menghadapi masalah terkait penyakit yang mengancam jiwa).

Rekomendasi ini dapat dilaksanakan melalui pusat komprehensif kanker. Pusat kanker komprehensif merupakan pusat kekuatan rencana pengendalian kanker nasional dan bertugas untuk mengembangkan pendekatan inovatif dalam pencegahan, diagnosis, dan pengobatan kanker. Misi utama dari pusat kanker komprehensif adalah mengurangi insidens kanker dan meningkatkan kualitas hidup serta tingkat kelangsungan hidup.

Terdapat tiga area utama dalam perawatan kanker, yaitu penelitian, perawatan klinis, dan pendidikan. Dalam perawatan klinis, pasien kanker memerlukan perawatan multidisiplin untuk mencapai hasil yang optimal. Perawatan multidisiplin memerlukan peran para klinisi yang tergabung dalam tim multidisiplin onkologi untuk berpartisipasi langsung dalam perawatan pasien. Tim onkologi akan mengadakan pertemuan rutin yang bisa disebut sebagai tumor board meeting untuk mendiskusikan pilihan diagnostik dan/atau terapeutik serta penanganan terbaik untuk setiap pasien. Pembentukan tim multidisiplin onkologi yang dapat menjalankan perannya dengan baik tidak terlepas dari pendidikan interprofesional yang membentuk profesional kesehatan dengan keahlian sesuai bidangnya dan mampu berkolaborasi dengan ahli dari bidang lain.

 BACA JUGA:

Berdasarkan tinjauan Best Medical Education (BEME), pengembangan fakultas, penyiapan fasilitator, refleksi terhadap praktik peserta didik, serta pedagogi berperan penting dalam pembelajaran interprofessional. Lebih lanjut, integrasi antara pusat kanker komprehensif dan layanan primer dapat meningkatkan kualitas layanan kanker. Mahasiswa FK yang nantinya akan menjadi dokter umum yang bekerja di layanan primer dan residen spesialis penyakit dalam serta residen disiplin lain yang berhubungan dengan pelayanan kanker harus bersiap-siap dengan kompetensi yang paripurna menghadapi tantangan beban kanker di masa depan.

Agar dapat memastikan peserta didik memiliki kompetensi yang cukup, diperlukan instrumen assessment yang memadai. Entrustable professional activity/EPA (aktivitas profesional yang dipercayakan) merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk menilai kompetensi peserta didik. “Peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan di bidang onkologi melalui penerapan EPA dapat membentuk lulusan yang siap menerapkan upaya preventif, promotif, survivorship, dan paliatif dalam penanganan komprehensif kanker di berbagai tingkat layanan, termasuk di layanan primer. Hal ini diharapkan dapat menjawab rekomendasi WHO untuk menguatkan pelayanan kanker di layanan primer,” kata Prof. Ikhwan.

(Marieska Harya Virdhani)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Edukasi lainnya