JAKARTA - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengawal kasus viral yang terjadi di salah satu SMP Negeri di Sukodadi, Lamongan. Guru di sana bernama EN, mencukur pitak pada bagian depan kepala siswa karena tidak memakai ciput atau inner hijab.
Sekjen FSGI Heru Purnomo mengecam perbuatan guru yang mengedepankan hukuman dan kekerasan dalam mendisiplinkan. Padahal seharusnya menerapkan disiplin positif ketika ada pelanggaran di satuan pendidikan.
“Miris kasus ini terjadi justru ketika Kemendikbudristek sedang giat-giatnya menghapus 3 dosa besar di pendidikan sebagaimana ketentuan dalam Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan pendidikan”, ujar Heru dalam keterangan resmi kepada Okezone, Kamis (31/8/2023).
FSGI mendorong Inspektorat Kabupaten Lamongan untuk memeriksa guru pelaku dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lamongan dalam menangani kasus ini, karena penyelesaiannya sama sekali tidak menggunakan hukum positif atau peraturan perundangan terkait perlindungan anak dan Permendikbudristek No 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Di Satuan pendidikan. Padahal tindakan si oknum guru jelas masuk kategori tindak kekerasan terhadap anak, baik kekerasan fisik (membuat pitak) dan kekerasan psikis.
BACA JUGA:
“Anak sebagai korban pasti merasa direndahkan, dipermalukan dan ketakutan. Kekerasan fisik, psikis dan perundungan diatur dengan tegas dalam Permendikbud 46/2023 tentang PPKSP,” tuturnya.
FSGI mendorong KOMPOLNAS memeriksa pihak kepolisian Lamongan yang telah menangani kasus ini dengan restorative justice dalam UU Perlindungan Anak, padahal prinsip restorative justice tidak bisa diterapkan ketika pelaku adalah orang dewasa dan korbannya adalah anak di bawah umur.
“Guru pelaku bukan usia anak, tapi korbanya semua usia anak. Restorative Justice adalah ketentuan penyelesaian kasus anak yang berkonflik dengan hukum dalam UU No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), di mana posisi anak adalah pelaku dan korbannya bisa sesama anak dan atau orang dewasa. Kasus ini justru sebaliknya, pelaku orang dewasa dan 14 korban usia anak,” ucapnya.