JAKARTA - Bahan sisa industri pertanian masih banyak yang menumpuk dan tidak termanfaatkan. Padahal di saat yang sama, krisis perubahan iklim dan energi dirasakan secara global.
Dilatarbelakangi kekhawatiran tersebut, Guru Besar IPB University Prof Dede Hermawan di Fakultas Kehutanan dan Lingkungan (Fahutan) memperkenalkan konsep rumah ramah lingkungan berbasis kayu (wood based).
Dia telah melakukan riset dan mendesain rumah yang sebagian besar dibangun dari komponen kayu.
“Rumah tersebut dibangun dari produk-produk biokomposit kayu sebagai alternatif bahan bangunan konvensional, seperti genteng, plafon, dan flooring. Limbah kayu juga dijadikan sebagai bahan bakar terbarukan,” katanya dilansir dari keterangan resmi IPB, Jakarta, Selasa (9/7/2024).
Biokomposit kayu yang sudah dikenal masyarakat misalnya plywood atau triplek. Adapun inovasi biokomposit Dede produknya lebih beragam. Bahan matriks dan pengikatnya berasal dari serat alami yang terbarukan dan ramah lingkungan.
Dibanding biokomposit biasa, inovasi biokomposit besutannya memiliki kekuatan minimal 30 tahun. Produknya semakin tebal sehingga semakin tahan api.
“Manfaat lainnya, rumah lebih adaptif, terutama di lokasi rawan gempa dan biaya pembangunan diprediksi lebih murah daripada dari bahan konvensional,” ujarnya.
Lebih jauh, Dede menjelaskan, genteng yang dibuat berasal dari batang sorgum atau serat kelapa. Memang secara bobot tidak berat, tetapi tetap kuat dan masih masuk standar sebagai roofing.
“Bila roboh akibat gempa, tidak terlalu membahayakan penghuninya. Bobotnya sangat ringan, hanya empat kilogram per meter persegi dan sudah dilapisi sehingga tahan air dan api,” ungkapnya.
Dinding maupun lantai disusun dari papan biokomposit yang terbuat dari limbah batang kelapa sawit yang belum termanfaatkan. Walau terbuat dari kayu, masih aman bila terjadi kebakaran karena merambat lebih lama. Sementara plafonnya terbuat dari kombinasi dari plastik bekas dan dicampur serbuk gergaji. Bobotnya ringan namun tetap kokoh.