JAKARTA - Sejumlah warga Jakarta yang mengeluhkan sistem online Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024 dan membuat anak mereka sulit untuk mendapatkan pendidikan di Jakarta.
Hal tersebut salah satunya disampaikan di Posko PPDB Sudin Pendidikan Wilayah II Jakarta Utara yang ada di SMPN 30 di Jalan Melati, Kelurahan Rawa Badak Utara pada Senin (24/6/2024).
Yulia (48) warga Kelurahan Lagoa mengatakan dirinya bermasalah dalam pendaftaran anak secara online. Dia mengaku tidak terlalu memahami teknis pendaftaran secara online.
"Supaya sistem diperbaiki dan dipermudah, karena akunnya enggak masuk-masuk. Anak saya terhalang daftar sekolah Jadi bingung dan sedih juga," ujar Yulia.
Dia mengaku, ada dua anaknya yang saat ini duduk di kelas enam Sekolah Dasar (SD) namun belum bisa masuk dalam tahap verifikasi dan validasi.
"Ada dua anak saya kelas VI SD mau masuk SMP. Tadi di dalam dibilang harus pakai handphone untuk registrasi pendaftaran," tambah Yulia.
Sementara itu, Ahmad Helmi (49) warga Kelurahan Sukapura yang juga mendatangi Posko PPDB Sudin Pendidikan Jakarta Utara Wilayah II di SMPN 30 juga mengalami kendala tidak bisa mendaftarkan anaknya sekolah karena sistem online PPDB 2024.
"Anak saya sudah 15 tahun 1 bulan. Yang membuat dia tidak diterima di sekolah negeri karena kelebihan umur, sistem tidak dapat membaca hal tersebut. Padahal rencananya mau masuk SMP 231, tapi sistem menolak karena batasan usia tersebut. Untuk kelas satu SMP paling maksimal 15 tahun," ujar Ahmad Helmi.
Dia mengungkapkan penggunaan sistem PPDB online meskipun dapat membuat transparan namun juga membuat sulit untuk siswa dengan kondisi tertentu untuk dapat mengenyam pendidikan di sekolah negeri.
"Tadi kata petugas tidak bisa diubah, karena itu aturan dari Kementerian Pendidikan. Semua harus sinkronisasi sistem. Jadi saya sudah selesai disini. Yang jadi korban anak gak bisa masuk sekolah negeri. Sekolah swasta jujur saja terlalu mahal. Di Jakarta itu kan kebanyakan pendatang, kita belum tahu kapan akan pindah indentitas kita," kata Helmi.
Dia mengaku awalnya hendak menggunakan jalur prestasi, namun terkendala memang ada batasan umur. Dia juga sudah mencoba masuk jalur zonasi namun hal serupa terjadi, anaknya juga tidak bisa diterima.
"Harapannya supaya ada kebijakan yang lebih fleksibel, karena katanya negara kita mau mencetak sumber daya manusia berkualitas tapi kalau kayak gini anak saya nilainya tinggi tapi tidak bisa sekolah," terang Helmi.
Menambahkan warga lainnya, Risna (43) warga Sukapura juga mengaku kesulitan dengan sistem PPDB Jakarta 2024 yang serba online.
"Kurang ngerti pak bikin verifikasi dan akun untuk pendaftaran online. Dibilang di sini belum diverifikasi, jadi kita bolak-balik Sistem online sekarang lebih menyulitkan dibandingkan dengan zaman dulu masih manual," kata dia.
Sementara, dia mengaku KJP Plus yang selama ini diterima diputus secara tiba-tiba, padahal dia merasa berhak mendapatkan bantuan KJP Plus.
"Anak saya mau masuk SMPN 289 Sukapura dekat rumah. Tadi kata petugas ya kita harus menunggu verifikasi dari sekolahnya. Untuk masuk jalur zonasi wilayah. Soalnya kalau swasta mahal, kakaknya sudah swasta, apalagi saya single mom anak tiga. Mana KJP diputus. Katanya di Kartu Keluarga saya mampu. Padahal kami hidup ngontrak dan saya sudah tidak punya suami," ungkap Risna.
(Dani Jumadil Akhir)