JAKARTA – Terdapat ribuan lagu yang tidak dapat dirilis oleh studio musik legendaris Indonesia, Lokananta, ke berbagai platform musik digital. Hal tersebut yang menjadi salah satu faktor penghalang terhambatnya proses asimilasi warisan karya masa lampau dengan tren musik masa kini. Itu juga yang menjadi sebuah tantangan agar karya-karya musisi tanah air terdahulu dapat dinikmati oleh generasi muda Indonesia.
Studio legendaris milik Indonesia, Lokananta, yang terletak di Kota Surakarta, Jawa Tengah, tidak dapat merilis ribuan karya yang pernah direkam di studionya tersebut. Hal tersebut terjadi lantaran adanya permasalahan hak cipta sehingga 6 ribu album yang pernah terekam di studio tersebut tidak dapat dipublikasikan.
BACA JUGA:
Pertanyaan lanjutannya adalah mengapa bisa terjadi permasalahan pada hak cipta ketika Lokananta adalah studio yang merekam lagu dan pabrik yang menghasilkan piringan hitam tersebut. Ketika Lokananta sedang mengalami masa-masa kritis, banyak karya dan piringan hitam yang sudah dicetak namun tidak dapat diidentifikasi oleh Lokananta. Mereka kesulitan untuk dapat mengetahui pencipta, penyanyi, dan orang-orang yang terlibat dalam pembuatan album dan lagu yang pernah dibuat di Lokananta tersebut. CEO Lokananta Wendi Putranto mengatakan bahwa ketika Lokananta direvitalisasikan dan kembali bangkit, mereka mencoba untuk mengidentifikasi karya-karya yang tidak dapat terpublikasi oleh karena permasalahan hak cipta.
“Karena kan banyak yang bilang harta karunnya Lokananta justru di arsipnya, di rilisan-rilisan lagunya di mana ga bisa diakses itu sekarang oleh anak-anak muda. Karena itu tadi, ada potential la suit yang akan datang kalo kita me-publish itu dan kita ga tau ini punya nya siapa karya nya siapa,” ungkapnya ketika ditemui pada Kamis (14/12/2023).
Tetapi dari ribuan karya tersebut, sudah ada banyak karya yang dapat teridentifikasi. Lokananta sendiri terus berusaha untuk mengidentifikasi karya-karya lainnya sehingga dapat segera diperdengarkan kepada publik.
Hal tersebut juga menjadi salah satu upaya Lokananta untuk melakukan proses asimilasi antara musik masa lampau dengan tren pop culture saat ini dan juga mengajarkan kepada para generasi muda mengenai musik terdahulu. Seperti yang kita ketahui bahwa musik Kpop menjadi salah satu genre musik yang banyak didengarkan oleh anak muda Indonesia.
BACA JUGA:
Hal tersebut tidaklah salah, namun nyatanya masih banyak karya-karya musisi Indonesia yang tidak kalah bagus. Banyak lagu-lagu terdahulu yang memiliki lirik yang elok serta diiringi nada-nada indah.
Sebagai salah satu bentuk upaya pengenalan musik Indonesia, khususnya terdahulu, kepada generasi muda, Lokananta mencoba untuk mengidentifikasi album dan lagu pada piringan hitam yang tidak dapat teridentifikasi. Meski hal tersebut tidak akan dapat langsung menjamin akan digemari oleh anak muda, tetapi perilisan karya-karya tersebut tetap menjadi prioritas Lokananta sebagai salah satu bentuk langkah awal.
“Sampai sekarang saya masih mencari cheat-nya gitu ya. Karena menurut saya gap yang terjadi ini bisa jadi karena mereka tidak bisa mengakses. Gimana mereka bisa menyukai kalo mereka ga bisa mengakses, ga bisa mendengar, ga bisa menemukan. Nah ini yang mau kita terobos dulu,” ujar Wendi.
Lebih lanjut, Wendi juga menjelaskan upaya Lokananta terkait dengan permasalahan hak cipta tersebut.
“Tapi problem-nya ketika kita mempublikasikan, ada masalah hak cipta disitu. Siapa pencipta lagu ini, siapa yg menyanyikan, kita ga tau. Tapi kalo memang kita diperbolehkan menggunakan lawsuit atau pasal fair use, produk-produk ini bisa dipublikasikan tanpa ada komersial intention disitu. Jadi kita menggunakannya untuk pendidikan dan edukasi. Mungkin bisa, tapi butuh saran dari pakar hukum,” lanjut pria yang juga menjabat sebagai Co-Founder M Blok Space itu.
BACA JUGA:
Akan menarik jika melihat bagaimana perkembangan musik di Indonesia yang terus berubah. Dapat menjadi sebuah tontonan yang apik ketika melihat adanya proses asimilasi antara dua budaya musik yang berbeda dari zaman yang berbeda. Hal tersebut akan menjadi hal yang positif ketika para generasi muda Indonesia dapat menikmati dan menghargai karya-karya musisi tanah air terdahulu.
(Marieska Harya Virdhani)