Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

10 Contoh Teks Cerita Sejarah Tema Pahlawan Indonesia yang Penuh Inspirasi

Cahyo Yulianto , Jurnalis-Jum'at, 10 November 2023 |11:05 WIB
10 Contoh Teks Cerita Sejarah Tema Pahlawan Indonesia yang Penuh Inspirasi
Ilustrasi untuk teks cerita sejarah tema pahlawan Indonesia (Foto: Istimewa)
A
A
A

JAKARTA- Mari megambil hikmah dari 10 contoh teks cerita sejarah dengan tema pahlawan Indonesia yang penuh inspirasi berikut ini.

Seperti diketahui, Indonesia perlu melewati perjuangan panjang untuk dapat mencapai kemerdekaan. Diantara perjuangan-perjuangan itu, lahirlah banyak pahlawan Indonesia yang berjasa besar untuk kemerdekaan Indonesia.

Dilansir dari berbagai sumber, Jumat (10/11/2023), berikut Okezone berikan 10 contoh teks cerita sejarah dengan tema pahlawan Indonesia yang penuh inspirasi. Tujuannya sebagai wadah untuk mengingat perjuangan para pahlawan Indonesia serta menumbuhkan jiwa nasionalisme.

1. Soekarno

Presiden pertama Republik Indonesia ini bernama Soekarno, atau mungkin kita lebih akrab mendengar panggilan Bung Karno. Soekarno lahir di Blitar pada 6 Juni 1901.

Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa sekolah dasar hingga tamat, Soekarno indekos di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto (HOS Tjokroaminoto) yang merupakan politisi kawakan pendiri Syarikat Islam.

Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hogere Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah memupuk rasa nasionalisme dalam sanubarinya. Usai lulus HBS tahun 1920, beliau pindah ke ibu kota Jawa Barat dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool) atau sekolah Teknik Tinggi yang sekarang disebut sebagai Institut Teknologi Bandung. Beliau pun berhasil meraih gelar insinyur pada 25 Mei 1926.

Kiprah Soekarno pun berlanjut ke bidang politik. Kemudian, sang proklamator merumuskan ajaran Marhaenisme serta mendirikan sebuah partai yang bernama PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927. Tujuan diberdirikannya partai ini adalah untuk menuju Indonesia merdeka.

Kompeni yang tidak senang dengan pergerakan Soekarno mengambil tindakan agar pemerintahan Hindia-Belanda saat itu masih bisa berdiri kokoh di tanah jajahannya. Akibatnya Belanda menjebloskan Soekarno ke penjara Sukamiskin yang berada di di Bandung pada 29 Desember 1929.

Delapan bulan mendekam di jeruji besi, ia pun baru disidangkan. Dalam pidato pembelaannya yang berjudul "Indonesia Menggugat", beliau menggambarkan kondisi politik internasional dan keadaan rakyat Indonesia di bawah belenggu kolonialisme.

Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Usai bebas tahun 1931, beliau bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan diasingkan ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian ia dipindahkan ke Bengkulu.

Setelah menelan berbagai pil pahit, perjuangannya tidaklah sia-sia. Pada Agustus 1945 ia bersama Bung Hatta dan tokoh nasional lainnya menyusun naskah proklamasi yang akhirnya dibacakan pada 17 Agustus 1945. Pembacaan naskah ini sekaligus mengukuhkan kedaulatan Republik Indonesia.

2. Mohammad Hatta

Mohammad Hatta atau yang akrab dipanggil Bung Hatta adalah seorang pemikir, negarawan, ekonom, dan sekaligus menjadi Wakil Presiden Indonesia yang pertama mendampingi Soekarno. Ia lahir pada 12 Agustus 1902 di Bukittinggi, Sumatera Barat.

Pendidikan masa kecil Bung Hatta dimulai dari Sekolah Rakyat. Ia juga kental dengan pelajaran agama karena dilahirkan di lingkungan keluarga yang kuat akan ilmu agama. Beranjak dewasa, ia menempuh pendidikan di sekolah MULO.

Selama pendidikan, beliau mempelajari banyak hal di luar pelajaran formal seperti keorganisasian. Kecintaannya terhadap organisasi masih terbawa saat ia melanjutkan pendidikan di PHS (Prins Hendrik School) pada 1921. Ia aktif menjadi bagian dari Jong Sumatranen Bond.

Ia pun lulus dari PHS dan mendapat beasiswa kuliah di Handelshogeschool, Rotterdam, Belanda, Bung Hatta kembali menambah kapasitas ilmunya dengan mempelajari hal-hal seperti tata negara dan juga ekonomi kolonial.

Keaktifan dalam organisasi tak terhenti, sejak Februari 1922, Bung Hatta telah terpilih menjadi bendahara di Indische Vereeniging, sebuah organisasi yang dipimpin oleh dr. Sutomo bersama dengan tokoh-tokohnya lainnya seperti dr. Sjaaf, Kaligis, dan dr. Sardjito. Dalam perkembangannya, tahun 1925 Indische Vereeniging diganti menjadi Perhimpunan Indonesia.

Di tahun 1925 itu, anggota Perhimpunan Indonesia mengumpulkan beberapa ratus golden untuk mengongkosi perjalanan dua orang ekonom dari perhimpunan Indonesia yaitu Bung Hatta dan Syahrir untuk mempelajari cara mempraktikkan koperasi di Denmark, Swedia, dan Norwegia.

Keberhasilan negara-negara tersebut dalam menjalankan koperasi menjadi tujuan dari Bung Hatta dan Syahrir untuk mengembangkan ekonomi koperasi di Tanah Air. Jadi tidak salah kalau sekarang Bung Hatta disebut sebagai Bapak Koperasi Indonesia.

Atas desakan seluruh anggota, Bung Hatta dicalonkan sebagai ketua dan tahun 1926 terpilih sebagai ketua Perhimpunan Indonesia. Sebagai Ketua Perhimpunan Indonesia Bung Hatta dapat menyampaikan gagasan-gagasannya terkait politik yang dianut dan akan dijalankan Perhimpunan Indonesia. Namun, sama seperti Soekarno, Belanda menganggap ini adalah sebuah ancaman bagi pemerintahan kolonial.

Dalam masa perjuangan politiknya itu, Bung Hatta pernah ditangkap dan dipenjara dengan tuduhan menjadi anggota perhimpunan terlarang, terlibat dalam pemberontakan, dan menghasut untuk menentang Kerajaan Belanda. Setelah mendekam selama lima setengah bulan, berkat pembelaan dan perjuangan hukum teman-temannya beliau dibebaskan dari segala tuduhan.

Tak sampai di situ, bahkan dia juga pernah diasingkan oleh Belanda ke Digul dan Banda Neira. Saat pengasingan, ia menulis artikel-artikel untuk koran di Jakarta dan majalah-majalah di Medan yang tidak terlalu bermuatan politis. Tulisan-tulisan tersebut justru lebih bersifat menganalisis dan mendidik pembacanya.

Saat Jepang menduduki Indonesia, Hatta dibebaskan dan dijadikan penasihat oleh pemerintahan Jepang. Hal ini dimanfaatkan oleh Hatta untuk membela kepentingan rakyat Indonesia. Ia pun turut andil dalam keanggotaan Panitia Sembilan dan PPKI sebagai media persiapan kemerdekaan Indonesia.

Setelah perjuangan panjangnya, ia berhasil mewujudkan keinginan rakyat untuk memerdekakan Indonesia. Bersama dengan Soekarno, beliau menorehkan tinta "atas nama bangsa Indonesia" di dalam naskah proklamasi.

Perjuangan kedua pasangan emas tersebut dalam memerdekakan Indonesia tak lagi dimungkiri. Mereka pun diangkat menjadi pahlawan proklamasi secara resmi tahun 2012 setelah sebelumnya status tersebut mengalami distorsi berkali-kali.

3. Jenderal Soedirman

Jenderal Sudirman merupakan tokoh pahlawan nasional yang lahir di Bodas Karangjati pada 24 Januari 1916. Ia lahir dari orang tua bernama Karsid Kartowirodji dan Siyem.

Ayah Jenderal Sudirman diketahui bekerja di pabrik gula yang terletak di Banyumas. Sementara ibu Jenderal Sudirman merupakan keturunan wedana Rembang yang di kemudian menikah dengan Karsid Kartowirodji.

Sosok Toe Ridowati dan Raden Tjokrosoenarjo adalah dua tokoh yang dikenal sebagai orang tua angkat Sudirman. Orang tua angkatnya merupakan asisten wedana yang ternyata masih ada pertalian saudara dengan Siyem.

Kisah sejarah Sudirman kecil hingga dewasa dimulai dari pendidikan formal di Sekolah Taman Siswa. Kegemarannya berorganisasi menjadikan Jenderal Sudirman tumbuh sebagai pemuda yang cerdas.

Sudirman dilantik Presiden Soekarno pada 18 Desember 1945 sebagai Jenderal. Pada saat pengangkatannya tersebut Jenderal Sudirman tidak muda lagi karena telah memasuki usia 31 tahun.

Setelah menjadi Jenderal ia kemudian memimpin perang Ambarawa dari serangan Agresi Militer Belanda II. Meski sakit Jenderal Soedirman sukses melakukan misi gerilya untuk merebut kemerdekaan Republik Indonesia.

Pada akhir hayatnya Jenderal Sudirman wafat karena menderita TBC dan dimakamkan di TMP Kusuma Negara Yogyakarta. Perjuangan yang besar layak membuat Sudirman dinobatkan sebagai Jenderal Besar Anumerta Bintang Lima.

4. Cut Nyak Dien

Cut Nyak Dien merupakan pahlawan perempuan berasal dari Aceh yang lahir pada tahun 1848. Ia merupakan keturunan dari keluarga bangsawan Aceh karena ia merupakan keturunan sultan Aceh secara langsung jika dari garis ayahnya.

Saat tahun 1862, ia dinikahkan dengan Teuku Ibrahim Lamnga dan dikaruniai seorang anak laki-laki. Suaminya tersebut merupakan pemuda yang taat agama dan memiliki wawasan yang luas.

Cut Nyak Dien menikah dengan Teuku Ibrahim saat dirinya berusia 12 tahun. Saat itu Cut Nyak Dien dan anaknya sering ditinggal pergi oleh Teuku Ibrahim karena harus ikut berjuang melawan kolonial Belanda.

Setelah meninggalkan Lam Padang dalam beberapa bulan, Teuku Ibrahim menyerukan perintah kepada para penduduk untuk mencari perlindungan dan mengungsi ke tempat yang aman. Pada 29 Desember 1875 Cut Nyak Dien dan penduduk lainnya meninggalkan daerah tersebut.

Teuku Ibrahim wafat pada 29 Juni 1878. Hal ini membuat Cut Nyak Dien terpuruk dalam menjalani hidupnya untuk beberapa saat.

Namun ia tak berputus asa dan bangkit kembali, justru hal tersebut menjadi alasan yang kuat baginya untuk berjuang melawan kolonial Belanda menggantikan suaminya.

Setelah suaminya wafat, Cut Nyak Dien menikah dengan Teuku Umar, cucu dari kakeknya. Keduanya tidak hanya diikat oleh pernikahan, tetapi juga berjuang bersama untuk melawan penjajah.

Cut Nyak Dien dan Teuku Umar bersama-sama melakukan pertempuran dan merebut kembali kampung halaman. Sayangnya, Teuku Umar gugur pada 11 Februari 1899 sehingga membuat pasukan perang semakin lemah.

Cut Nyak Dien cukup mengalami keterpurukan yang kedua kalinya. Setelah Belanda mengetahui pasukan Cut Nyak Dien yang semakin lemah, akhirnya Belanda melakukan serangan terus-menerus dan pasukan Cut Nyak Dien hanya dapat menghindar.

Hal ini akhirnya membuat kesehatan dan kondisi fisik Cut Nyak Dien semakin memburuk. Meskipun demikian, pertempuran melawan penjajah terus dilakukan.

Saat itu pasukan Belanda menangkap Cut Nyak Dien lalu mengasingkannya ke pulau Jawa untuk menghindari adanya pengaruh kepada masyarakat Aceh. Saat di pengasingan, ia mengalami gangguan penglihatan dan kondisinya semakin renta.

Selama sisa hidupnya, ia mendedikasikan diri untuk mengejar agama, tetapi ia merahasiakan identitasnya hingga ia wafat.

Cut Nyak Dien wafat di Sumedang pada 6 November 1908 dan secara pasti makamnya baru diketahui ketika 1960 saat Pemda Aceh melakukan penelusuran dengan sengaja.

Melihat perjuangan Cut Nyak Dien yang luar biasa selama masa hidupnya, tentunya hal ini bisa dicontoh oleh para generasi penerus bangsa yang terus melanjutkan kemerdekaan. Kegigihan dan ketegasannya sebagai perempuan yang terjun langsung dalam medan perang menjadi suri teladan bagi bangsa Indonesia.

5. Sultan Hasanuddin

Sultan Hasanuddin adalah tokoh pahlawan yang berasal dari Makassar. Ia merupakan raja ke-16 Kerajaan Gowa yang lahir pada 12 Januari 1631. Sebelum menjadi raja, nama asli beliau ialah I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Setelah ia naik takhta, barulah ia bergelar Sultan Hasanuddin.

Kerajaan Gowa kala itu menentang keras kongsi dagang Belanda, yakni VOC yang ingin menguasai rempah-rempah di perairan Sulawesi dan Maluku.

Sultan Hasanuddin yang memegang tampuk kepemimpinan pun dengan tegas menolak monopoli tersebut sehingga Belanda geram dan menggempur Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa yang tak kuat menahan gempuran akhirnya dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667.

Namun, itu semua tidak serta-merta memadamkan semangat juang Sultan Hasanuddin beserta para pasukannya. Perlawanan-perlawanan masih terjadi pasca perjanjian, tetapi sayang tidak membuahkan hasil yang maksimal sehingga VOC masih mendominasi di wilayah Sulawesi Selatan.

Meski tak bisa mengusir bangsa Barat, hingga akhir hayatnya Sultan Hasanuddin masih bersikukuh tidak mau bekerja sama dengan Belanda. Kegigihan tersebut dibawa sampai ia wafat pada 12 Juni 1670 di kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

6. Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara lebih dikenal sebagai Pahlawan Pendidikan Indonesia. Nama asli Ki Hajar Dewantara adalah Raden Mas Suwardi Suryaningrat. Beliau merupakan keturunan dari keraton Yogyakarta. Pada umur 40 tahun, beliau mengubah namanya menjadi Ki Hajar Dewantara.

Beliau tidak memakai gelar nama kebangsawanannya lagi dikarenakan beliau ingin lebih dekat dengan rakyat secara fisik maupun hatinya. Biografi Ki Hajar Dewantara memang penuh pengabdian kepada Indonesia. Sudah banyak sekali hal bermanfaat yang dilakukan oleh beliau.

Ki Hajar Dewantara bersekolah di ELS yang dulu merupakan sekolah dasar Belanda. Selanjutnya beliau juga melanjutkan sekolah di Stovia yang merupakan sekolah dokter untuk Bumiputera. Namun, selama sekolah di Stovia, beliau tidak sampai tamat dikarenakan sakit.

Hal ini juga banyak diceritakan di semua buku biografi Ki Hajar Dewantoro. Beliau pernah bekerja menjadi wartawan di berbagai media cetak terkenal pada masa itu, seperti Midden Java, Sedyotomo, De Express, Kaoem Moeda, Poesara, Oetoesan Hindia, dan Tjahaja Timoer. Tulisan beliau di berbagai media tersebut sangat komunikatif dan kritis sehingga dapat meningkatkan semangat rakyat pada masa itu.

Ketika membahas tentang biografi Ki Hajar Dewantara memang tidak pernah ada habisnya. Ada banyak sekali hal yang harus kita banggakan untuk beliau. Pada 1908, beliau aktif sebagai pengurus organisasi Boedi Oetomo.

Selanjutnya, beliau membuat organisasi sendiri bersama Douwes Dekker atau lebih dikenal dengan Dr. Danudirja Setya Budhi, dan Dr. Tjipto Mangoekoesoemo mendirikan sebuah organisasi yang bernama Indische Partij pada 25 Desember 1912.

Organisasi ini merupakan partai politik pertama di Indonesia yang beraliran nasionalisme untuk mencapai Indonesia merdeka. Ketika ingin mendaftarkan partai ini, mereka ditolak oleh Belanda karena dianggap menumbuhkan nasionalisme pada rakyat.

Dengan ditolaknya partai tersebut, mereka akhirnya membentuk Komite Boemi Poetra yang digunakan untuk membuat kritik ke pemerintahan Belanda. Mereka menulis berbagai kritikan untuk pemerintahan Belanda yang dimuat di surat kabar De Express yang pemiliknya pada saat itu adalah Douwe Dekker.

Dalam tulisan tersebut mereka mengatakan bahwa tidak mungkin merayakan kemerdekaan di negara yang sudah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Karena tulisannya itu, beliau dibuang ke Pulau Bangka, sebagai hukuman pengasingannya oleh pemerintahan Belanda. Cerita ini banyak ditemukan di buku-buku biografi Ki Hajar Dewantara.

Setelah pulang dari pengasingan dan sempat melakukan perjalanan ke Belanda, beliau akhirnya mendirikan Taman Siswa. Selama pendirian Taman Siswa ini banyak tantangan dan halangan dari pihak pemerintahan Belanda.

Dengan segala kegigihannya, akhirnya Taman Siswa mendapatkan izin berdiri. Setelah masa kemerdekaan, beliau menjabat sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan. Jika Anda mengunjungi Yogyakarta, Anda bisa mengunjungi museum yang didedikasikan untuk Ki Hajar Dewantara.

7. R.A. Kartini

Raden Ajeng Kartini adalah sosok perempuan Indonesia bergelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Ia lahir pada 21 April 1879 dan wafat 17 September 1904 saat melahirkan buah hatinya.

Raden Ajeng Kartini dikenal sebagai perempuan tangguh yang memperjuangkan emansipasi wanita Indonesia. Karya Raden Ajeng Kartini yang paling terkenal yaitu Buku Habis Gelap Terbitlah Terang.

Meski dikenal sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional namun Kartini muda memiliki kisah menginspirasi. Kartini hidup bersama keluarga yang mengedepankan nilai-nilai adat dan tradisi. Kala itu wanita yang belum menikah tidak diperbolehkan keluar rumah.

Tradisi tersebut membelenggu hati Kartini namun ia justru berhasil menyingkirkan masalah tersebut setelah menikah dengan Adipati Rembang. Cita-cita Kartini untuk mendidik kaum perempuan agar maju kemudian didukung sang suami. Bersama sang suami ia mendirikan sekolah wanita yang berpusat di Kota Semarang, Malang, Yogyakarta, Surabaya, Madiun dan Cirebon.

Berkat kerja keras dan pantang menyerah Raden Ajeng Kartini dapat mengangkat kehidupan perempuan-perempuan Indonesia. Dengan demikian wajar jika Kartini mendapat gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

8. Dewi Sartika

Dewi Sartika merupakan salah satu tokoh pahlawan dari Indonesia. Ia lahir dari orang tua bernama Nyi Raden Rajapermas dan Raden Somanagara di tanah pasundan.

Meski bertentangan dengan adat namun orang tua Dewi Sartika tetap menyetujuinya belajar di sekolah Belanda. Sepeninggal ayahnya Dewi Kartika diasuh oleh pamannya yang kala itu seorang patih di Cicalengka.

Berkat pamannya Dewi Sartika tumbuh menjadi sosok perempuan yang cerdas dan berwawasan luas. Pahlawan wanita Indonesia tersebut melengkapi wawasannya dengan pengetahuan budaya Barat dan kebudayaan Sunda.

Pada usia muda, Dewi Kartika berjuang mendirikan sekolah untuk kaum perempuan. Namun pamannya risau dengan adat istiadat yang tentang kalangan wanita yang menempuh pendidikan.

Usaha Dewi Kartika tersebut kemudian didukung sang suami dengan mendirikan sekolah di kawasan Karang Pamulang. Setelah lama menekuni dan membina kaum perempuan Dewi Kartika akhirnya mampu melebarkan sayapnya.

9 Bung Tomo

Soetomo atau yang dikenal dengan nama Bung Tomo adalah anggota gerakan Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI). Kemudian, di usia 17 tahun, Soetomo muda dipercaya menjadi Sekretaris Partai Indonesia Raya (Parindra) Cabang Tembok Dukuh, Surabaya.

Bung Tomo juga terjun ke dunia jurnalistik sejak usia 17 tahun dan kegiatannya ini menempa semangat juangnya. Karirnya dalam dunia tulis-menulis pertama kali ia rasakan di harian Oemoem, Surabaya.

Jabatan tertingginya sebagai wartawan adalah Pemimpin Redaksi Kantor Berita Antara, 1945. Salah satu kalimat orasi yang membakar api juang kala itu, "Merdeka atau mati" kini dikenang semua masyarakat Indonesia.

Kala itu, satu kalimat itu mampu menyulut jiwa juang para pejuang yang siap bertempur di medan laga. Bung Tomo dengan kemampuan orasinya memang hadir pada saat yang tepat. Lewat kalimat-kalimat patriotiknya, ia terus membakar spirit perjuangan rakyat, khususnya warga Surabaya.

Karena orasi Bung Tomo pulalah, pertempuran rakyat Surabaya melawan Belanda, 10 November 1945, menjadi pertempuran terdahsyat selama perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Selain momentum yang dikenang menjadi Hari Pahlawan, Bung Tomo sebagai aktor utama pada peristiwa tersebut juga dinobatkan menjadi pahlawan nasional. Kiprahnya sebagai pahlawan juga berperan besar dalam dunia jurnalistik di Indonesia.

10 W.R Supratman

W.R Supratman merupakan tokoh kebangsaan Indonesia yang lahir pada 19 Maret 1903. Wage Rudolf Soepratman dikenal sebagai anak Desa Somongari, Purworejo, Provinsi Jawa Tengah.

W.R. Supratman lahir dari orang tua bernama Sersan Jumeno Senen. Akta kelahiran tokoh tersebut memperlihatkan tanah kelahirannya Jatinagara meski sebenarnya W.R Supratman lahir di Purworejo.

Meski lahir di sebuah desa namun W.R. Supratman tidak serta merta tinggal di desanya. Setelah berusia tiga bulan, dia dibawa orang tuanya ke Jatinegara yang kala itu bertugas sebagai tentara KNIL.

W.R Supratman memulai debutnya sebagai tokoh yang berperan penting bagi Bangsa Indonesia sejak kelulusannya. Setelah kelulusannya ia melanjutkan pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru. Hobi dan bakatnya bermusik dimanfaatkan W.R. Supratman untuk menulis Lagu Kebangsaan Republik Indonesia.

Salah satu karyanya yang selalu dikumandangkan saat upacara bendera yaitu Indonesia Raya. Akhirnya hidup dan perjuangan W.R. Supratman terhenti setelah kesehatannya terus menurun. Kongres Pemuda Kedua yang dilaksanakan pada 27 hingga 28 Oktober 1928 menjadi saksi perjuangannya.

Meski belum sempat merasakan kemerdekaan namun W.R. Supratman menjadi pahlawan yang paling berjasa di Indonesia. Karya-karyanya kemudian digubah dan dinyanyikan ulang sebagai bentuk kebanggaan masyarakat Indonesia terhadap W.R. Supratman.

Itulah 10 contoh teks cerita sejarah dengan tema pahlawan Indonesia yang penuh inspirasi.

(Hafid Fuad)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita edukasi lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement