JAKARTA - Remaja saat ini rentan menjadi pelaku atau menjadi korban bullying (perundungan). Kondisi itu terkait erat dengan kesehatan mental.
Masalah kekerasan masih menjadi momok bagi dunia pendidikan di Indonesia. Pengalaman kekerasan yang dirasakan oleh peserta didik mencakup intimidasi, diskriminasi, kekerasan seksual, dan perundungan dapat berkontribusi terhadap buruknya kesehatan mental peserta didik.
BACA JUGA:
Child Protection Officer UNICEF Indonesia, Asep Zulhijar mengungkapkan bahwa remaja di usia 9-14 tahun akan mengalami perubahan psikis maupun biologis, seperti, kecenderungan mengeksplorasi yang sangat tinggi dan selalu ingin mengambil risiko tinggi. Karenanya, di usia-usia tersebut, menurut Asep, para remaja harus diberikan pengetahuan dan bekal sehingga dapat mengelola emosi dan mampu mengarahkannya ke hal-hal yang bersifat positif.
“Cara kerja otak di masa itu sangat rentan karena dipengaruhi oleh hormon dan lain-lain. Tapi di lain sisi, kita dapat memanfaatkan masa-masa itu untuk bisa tumbuh optimal baik secara fisik maupun mental. Yang paling penting, hidup harus seimbang (balance), kita harus melihat sejauh mana kita sudah baik terhadap diri sendiri dan sejauh mana kita sudah mengenal diri kita sendiri,” katanya dalam keterangan resmi Kemendikbudristek kepada Okezone, Senin (6/11/2023).
Fakta menunjukkan bahwa hubungan antara kesehatan mental peserta didik dan kekerasan di sekolah cukup mengkhawatirkan dari hari ke hari. Hasil survei yang dilakukan oleh Indonesia National Adolescent mental Health Survey pada tahun 2022 menunjukkan bahwa 1 dari 3 remaja berusia 10-17 tahun di Indonesia memiliki gangguan kesehatan mental.
BACA JUGA:
Oleh sebab itu, dalam rangka memperingati Hari Internasional Anti Perundungan dan Kekerasan di Sekolah yang jatuh pada tanggal 3 November, Pusat Penguatan Karakter (Puspeka), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) berkolaborasi dengan UNICEF Indonesia mengadakan Webinar dan Lokakarya Sehat Mental tanpa Perundungan. Kepala Puspeka, Rusprita Putri Utami, menyatakan bahwa webinar dan lokakarya tersebut sejalan dengan tema peringatan Hari Internasional Anti Perundungan dan Kekerasan di Sekolah tahun ini yaitu Sekolah Aman: Mengakhiri Kekerasan di Sekolah Demi Kesehatan Mental dan Pembelajaran yang Lebih Baik.
“Dengan kondisi mental yang menurun, tentu pembelajaran menjadi tidak menyenangkan dan sekolah menjadi tempat yang kurang aman serta nyaman bagi seluruh warga sekolah. Untuk itulah, sangat penting bagi warga sekolah, khususnya peserta didik, memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk bisa mengelola emosi sehingga bisa menjaga kesehatan mental masing-masing,” ujar Rusprita.
Senada, Psikolog Anak Grace Eugenia Sameve menjelaskan bahwa sebenarnya, kondisi kesehatan mental yang baik adalah ketika seseorang bisa memunculkan potensinya secara optimal. Bukan berarti kesehatan mental yang baik itu ketika seseorang tidak pernah mengalami stres, justru sebaliknya, kesehatan mental yang baik adalah ketika seseorang mampu menghadapi stres yang dialaminya.
BACA JUGA:
“Kita tahu bullying bisa menjadi salah satu faktor seseorang mengalami stres atau kondisi yang tidak optimal sehingga dapat menurunkan kesehatan mentalnya, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Apapun jenis-jenis bullying-nya, perundungan itu tidak dapat dibenarkan, jadi lebih baik kita mencegah terjadi perundungan daripada mengobati,” kata Grace.
(Marieska Harya Virdhani)