JAKARTA – Peneliti angkat bicara dan khawatir tentang penyebaran virus nipah yang terjadi di India. Kekhawatiran ini bisa saja muncul dan meluas di berbagai negara, terutama menular pada kelompok berisiko.
Apalagi Indonesia, dikenal memiliki alam habitat luas, ditambah sebagian besar mayoritas masih memiliki penduduk berprofesi sebagai petani, dan peternak membuat Indonesia memiliki potensi munculnya virus tersebut. Dua kelompok itu paling berpotensi.
Menurut Peneliti Griffith University dan Ahli Epidemiologi Dicky Budiman, Indonesia juga masih memiliki kemampuan deteksi cukup lemah khususnya dalam mendeteksi infeksi-infeksi baru. “Surveilans kita ini belum memadai semenjak pandemi, dan ini akan menjadi titik rawan dan titik lemah kita sebagai negara yang begitu luas dan kaya akan alam liar dan habitatnya,” kata dikutip Sabtu (16/9/2023).
“Sekarang siapa yang bisa beresiko? Para petani, peternakan yang mereka dekat dengan kelelawar buah atau di area dimana kelelawar buah itu tinggal dan ini biasanya kalau di negara-negara miskin atau berkembang termasuk Indonesia, ini yang masih beresiko,” ucap Dicky.
Virus Nipah yang bisa ditularkan antar manusia itu diduga menjadi faktor yang mempermudah virus Nipah, untuk berkembang dan menyebar. Selain itu, melalui makanan yang dikonsumsi dalam keadaan mentah, yang ternyata juga sudah terkontaminasi oleh air liur atau urin dari kelelawar buah itu yang umumnya di hutan atau di alam liar, termasuk juga kontak erat dengan orang yang terinfeksi dan ini umumnya bisa terjadi kepada keluarga atau orang terdekat di layanan kesehatan, dan ini bisa terinfeksi yang disebut dengan Nosocomial Transmission atau Close Contact Transmission.
BACA JUGA:
“Mekanisme penularannya ada yang secara langsung yang disebut dengan direct contact, ada yang disebut dengan consumption of contaminated food dari makanan yang tercemar, dan ada juga yang disebut dengan human to human transmission,” tutur Dicky.
(Marieska Harya Virdhani)