Beberapa faktor tersebut yaitu rusaknya naskah karena lapuk termakan usia, minimnya inventarisasi dan digitalisasi naskah kuno, minimnya kajian/riset tentang naskah kuno, terbatasnya jumlah filolog, dan adanya pencurian serta praktik perdagangan naskah, baik dalam maupun luar negeri.
“Terdapat tiga tahap dalam digitalisasi naskah, tahap pertama yaitu membuat versi digital dari manuskrip yang telah ditentukan atau ditemukan. Kemudian, membuat versi e-manuscripts, seperti Keebook, DigiBook, FlipBook, Flip PDF Pro, dan sebagainya. Tahap ketiga yaitu memanfaatkan isi manuskrip untuk kepentingan yang lebih luas,” imbuhnya.
Melalui materi-materi tersebut, Asep Yudha berharap agar peserta dapat mempraktikkan ilmu yang didapatkan untuk menyelamatkan khazanah naskah kuno di daerah rawan bencana.
Selain itu, naskah kuno juga bisa menjadi sumber inspirasi bagi pengembangan dunia industri kreatif, baik dalam bentuk film animasi, dokumenter, film tari, film dokudrama, teater, batik, dan sebagainya.
(Natalia Bulan)