Reagen transfeksi menjadi bahan baku utama dalam penelitian molekular. Terapan penelitian molekular inilah yang akan membantu tahap produksi pengembangan vaksin yang efektif dan unggul.
“Bisa dimanfaatkan oleh industri vaksin nanti, karena vaksin juga ada vaksin yang recombinant. Jadi itu memanfaatkan sel atau bakteri apapun untuk memproduksi protein, bahan baku dari si vaksinnya,” tutur Riezki.
Sebagai Kepala Lab Biologi Sel dan Molekular di Fakultas Farmasi Unpad, dia juga turut andil menjadi bagian tim validator vaksin Covid-19.
Selama pandemi, aktivitasnya banyak berkutat di lab guna mempelajari vaksin Covid-19.
Namun, ketika melakukan riset, dia dan peneliti lainnya sering kali mendapat hambatan karena kekosongan reagen transfeksi yang menjadi bahan baku penelitian.
Maka dengan formulasi reagen transfeksinya inilah, dia berharap penelitian molekular dan produksi vaksin dapat berkembang lagi.
Temuannya ini juga dapat dijangkau dengan harga yang terukur.
Mengingat, jika dibandingkan dengan reagen transfeksi yang beredar di luar negeri, reagen transfeksi buatannya terblang murah.
Biasanya, 400-500 micro atau setara dengan kurang lebih setengah mili reagen transfeksi dihargai sekitar Rp8 juta.
Akan tetapi, produk inovasinya yang bekerja sama dengan PT Prodia Diagnostic Line yang dinamai TranGENE ini dapat mereduksi harga pasaran yang ada menjadi Rp4 jutaan.
Perjalanan riset produk yang dihasilkan oleh Riezki sudah berlangsung selama enam tahun terhitung sejak ia menjalani pendidikan S3 di University of Tsukuba, Jepang.
Saat itu ia diminta dosen untuk membuat struktur protein, digunakanlah berbagai macam polimer olehnya sebab untuk membeli produk protein yang sudah jadi terbilang mahal.
Dari sana, ia kemudian menjadi tahu polimer apa saja yang dapat digunakan dalam formulasi reagen transfeksi.
Awalnya, dia tidak memiliki rencana untuk mengembangkan formulasi yang dibuatnya.
Namun, saat temannya dari Vietnam menawari formulasinya untuk dijual dan digunakan di Vietnam, dia kemudian merasa ingin mengembangkannya.
“Dari situ saya berpikir, oh bener ya berarti nanti pas saya pulang ke Indonesia juga saya pasti akan merasa beli itu akan jadi susah. Makanya saya berpikir bagaimana caranya saya melakukan riset dengan segala keterbatasannya tapi tetap bisa produktif,” ujar Riezki.
Sementara itu, di Indonesia, penelitian terkait molekular belum jadi fokus para peneliti dan pemerintah. Padahal manfaat dari reagen transfeksi sendiri khususnya terbilang banyak.
Karena itu, bersama proyek KEDAIREKA yang didukung oleh Kemendikbud RI, ia melakukan survei kepada 100 peneliti di Indonesia untuk mengetahui bagaimana pasar dan kebutuhan atas reagen transfeksi di Indonesia.
Saat ini, TransGENE sedang mengajukan izin edar untuk dipasarkan.
Reagen transfeksi ini memiliki beragam fungsi yang dapat kita manfaatkan khususnya untuk riset-riset yang berkaitan dengan kanker, genome editing, ataupun produksi protein dalam jumlah besar.