JAKARTA - Indonesia memiliki potensi bencana besar, seperti gunung meletus, tsunami dan gempa. Hal ini pun diperlukan pengetahuan yang ditanam untuk pelajar dalam upaya mitigasi bencana.
Hal ini diungkapkan oleh pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina, Totok Amin Soefijanto mengatakan hal ini bertujuan untuk menyadarkan pelajar tingkat SD sampai SMA akan kebencanaan. Terutama dalam melindungi diri dari bencana.
"Ada dua yakni preventif dan kuratif. Kalo preventif kurikulum yang prefentif sifatnya. Jadi, harus disadarkan kita punya bencana dan bagaimana mengatasinya karena wilayah kita sangat beragam," ujarnya kepada MNC Portal Indonesia, Selasa, (13/12/2022).
Meski demikian, kata Totok pengetahuan itu tak selalu berbentuk kurikulum. Kata dia, pengetahuan, kesadaran dan budaya yang terpenting.
"Apakah semua masuk kurikulum? Belum tentu, jadi kita harus lihat dulu kurikulum kita komposisi nya seperti apa, jadi jangan sampe membebani murid dan gurunya juga, jadi harus tepat sasaran," ucapnya.
Baiknya, pengetahuan soal mitigasi bencana dijadikan muatan lokal atau ekstrakurikuler.
Sebab, Mitigasi bencana menurut Totok materinya tidak banyak.
"Bisa jadi ekstrakulikuler, misalnya sebulan sekali atau dua Minggu seminggu sekali itu sudah cukup tapi bentuknya tidak selalu mata pelajaran," katanya.
Dia pun menuturkan bahwa pendidikan mitigasi bencana yang diberikan tak bisa disamakan seperti kurikulum.
Sebab, setiap wilayah di Indonesia memiliki potensi bencana yang berbeda-beda.
"Bencana itu, kalau pun ada mata pelajaran bencana itu harus dibuat sesuai dengan kondisi daerah, misalnya wilayah pegunungan dikasih materi soal tsunami kan gak bisa gitu juga daerah laut diajarin Gunung Merapi ya gak bisa gitu, Harus sesuai kebutuhan wilayah," jelasnya.
Sejauh ini, memang sudah ada inisiatif dari sejumlah kelompok pencinta alam untuk memberikan pendidikan soal mitigasi bencana. Namun belum masif.
Oleh sebab itu, dia pun meminta sekolah untuk memfasilitasi para inisiator tersebut.
"Dibikin menarik, dibikin latihan, festival, memang topiknya bencana tapi yang harus diceritakan bagaimana anak-anak itu bisa memahami nya dengan mudah jangan modelnya ditakut takuti tapi cara belajar yang menyenangkan dibut menarik," pungkasnya.
(Natalia Bulan)