JAKARTA - Korps Brimob Polri sebagai pelaksana utama Mabes Polri memiliki tugas menangani kejahatan berintensitas dan berkadar tinggi.
Jajaran ini memiliki sejarah panjang dalam pengabdiannya membela dan menjaga bangsa Indonesia.
Dalam perjalanannya, Brimob Polri turut andil dalam lembaran sejarah perjuangan bangsa, baik dalam merebut kemerdekaan maupun melawan pemberontak di masa-masa awal berdirinya Republik Indonesia.
Korps Brimob Polri juga tidak terlepas dari tugas Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban dalam negeri.
Cikal bakal Korps Brimob Polri adalah organisasi bentukan Jepang yang mengalami beberapa kali perubahan nama mulai dari Tokubetsu Kaisatsu Tai, Polisi Istimewa, Mobrig (Mobil Brigade), Brimob (Brigade Mobil).
Kala itu peran mereka mulai terlihat pada tanggal 8 Maret 1942 saat Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang.
Sebelumnya seperti yang kita ketahui bahwa Belanda telah menjajah Indonesia kurang lebih tiga setengah abad lamanya.
Serah teirma kekuasaan dari Belanda ke Jepang dilakukan oleh Gubernur Jenderal Tjarda van Stakenborgh dan Letnan Jenderal Pooten yang merupakan Panglima tertinggi angkatan perang Belanda di Indonesia.
Sementara Jepang diwakili oleh Pangilma Tentara ke-16, Letnan Jenderal Imamura.
Kegembiraan dan rasa suka-cita bangsa Indonesia karena dibebaskan oleh saudara tua dari belenggu penjajahan ternyata tidak berlangsung lama.
Kebaikan Jepang sejak awal pendekatan hingga keberhasilannya menduduki Indonesia semata-mata hanyalah merupakan kedok dan tipu daya.
Sasaran Jepang yang utama adalah untuk memperoleh dukungan dan bantuan dari bangsa Indonesia dalam program invasinya.
Hal itu, terbukti sekitar setelah dua minggu berada di Indonesia, sifat dan tujuan sebagai imperialis mulai tampak dengan jelas.
Dengan dalih untuk mempermudah pengambilalihan kekuasaan dan pemerintahan, permerintah militer Jepang secara berturut-turut mengeluarkan peraturan-peraturan imperialisnya yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tanggal 8 Maret 1942 dan Undang-Undang Nomor 3 Tanggal 20 Maret 1942.
Isi pokok kedua undang-undang tersebut adalah melarang semua bentuk kegiatan pergerakan. Semua organisasi politik dan berbagai organisasi pergerakan yang ada di Indonesia dibekukan.
Pembekuan ini dilakukan dengan alasan untuk menciptakan kestabilan keamanan. Bendera merah putih dilarang dikibarkan dan lagu Indonesia Raya dilarang diperdengarkan dan dinyanyikan.
Setelah sekitar dua bulan Jepang menduduki Indonesia, situasi perang Asia Timur Raya mulai berbalik.
Keunggulan pasukan Jepang di berbagai fron telah berbalik manjadi kekalahan. Hal ini terbukti bahwa armada Jepang di Laut Karang dapat dihancurkan oleh sekutu pada tanggal 7 Mei 1942 dan pada 7 Agustus 1942 pasukan sekutu berhasil menduduki kawasan Kepulauan Salomon di Samudera Pasifik.
Dikarenakan dua kekalahan yang berturut-turut serta keterbatasan personel akhirnya Jepang memutuskan untuk mengubah strategi perangnya.
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga bantu militer, Jepang secara intensif mulai Maret 1943 sampai Desember 1944, telah membentuk beberapa organisasi semimiliter dan militer contohnya seperti Seinendan (Barisan Pemuda)yang bertugas untuk membantu pemerintah militer Jepang dalam hal peningkatan produksi maupun pengamanan garis belakang.
Keibodan (Barisan Pemuda Pembantu Polisi), bertugas memelihara keamanan dan ketertiban daerah setempat.
Heiho (Pembantu Prajurit ), bertugas untuk membantu tentara Jepang, baik di garis depan maupun belakang. Peta (Pembela Tanah Air), merupakan organisasi militer penuh yang dibentuk atas kehendak bangsa Indonesia. Karena pemerintah militer Jepang menghendaki bantuan militer sebanyak-banyaknya dari penduduk Indonesia.
Karena tuntutan dari dalam dan luar negeri terus menekan, pemerintah militer Jepang menginginkan adanya tenaga cadangan polisi yang dapat digerakkan dengan cepat dan memiliki mobilitas yang tinggi.
Jika keadaan memerlukan, cadangan Polisi ini juga diharapkan dapat berperan sebagai tenaga tempur.
Keinginan pemerintah militer Jepang akhirnya terealisasi, Jepang berhasil membentuk satuan Polisi Khusus yang disebut Tokubetsu Keisatsu Tai.
Di era reformasi, Polri mendapatkan dukungan publik yang begitu luas, ditandai dengan keputusan politik memisahkan Polri dari institusi dan garis komando TNI pada 1 April 1999.
Keputusan tersebut ditetapkan dalam Tap MPR/VI/2000 tentang pemisahan ABRI (TNI dan Polri) serta Tap MPR/VII/2000 tentang peran kedua lembaga tersebut dengan menempatkan TNI di bawah Departemen Pertahanan, khusus Polri berada langsung di bawah Presiden.
Tindak lanjut dari keluarnya kedua Tap MPR tersebut adalah dikeluarkannya UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, yang berkaitan juga dengan peran dan posisi TNI dalam peran perbantuannya pada Polri.
Setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, secara resmi polisi memisahkan diri dari tubuh TNI dan menjadi Polisi Sipil.
Perjalanan reformasi Polri secara garis besar dijelaskan bahwa Polri memiliki fungsi pemerintahan negara yang bertujuan dan berperan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM) serta menegakkan hukum guna terpeliharanya keamanan dalam negeri dalam kultur Polisi sipil.
Korps Brimob Polri sebagai bagian integral Polri juga memiliki tugas pokok dan fungsi untuk melaksanakan dan menggerakkan kekuatan Brimob Polri dalam menanggulangi gangguan Kamtibmas berkadar tinggi, utamanya kerusuhan massa, kejahatan terorganisasi bersenjata api, bom, bahan kimia, biologi dan radioaktif yang pelaksanaan tugas Brimob tersebut dilandaskan atas fungsi Brimob Polri sebagai satuan pamungkas Polri (Striking Force) yang memiliki kemampuan spesifik penanggulangan keamanan dalam negeri yang berkadar tinggi dan penyelamatan masyarakat yang didukung oleh personel terlatih dan memiliki kepemimpinan yang solid, peralatan dan perlengkapan dengan teknologi modern.
Sedangkan peran Brimob Polri dalam organisasi adalah melakukan maneuver, baik secara individual atau dalam kelompok dengan daya gerak, daya tembak dan daya sergap untuk membatasi ruang gerak, melumpuhkan, menangkap para pelaku kejahatan beserta saksi dan barang bukti dengan cara : membantu, melengkapi, melindungi, memperkuat dan menggantikan satuan kepolisian yang ada.
Brimob Polri ditugaskan menjaga keamanan dalam negeri dari ancaman kejahatan yang berintensitas tinggi. Keberhasilan Korps Brimob Polri dalam menanggulangi ancaman Kamtibmas di Indonesia, tidak terlepas adanya dukungan dari masyarakat bangsa dan negara yang menginginkan rasa aman dan nyaman tercipta di negeri ini.
Korps Brimob Polri juga memiliki kemampuan Search and Rescue (SAR) yang digunakan dalam tugas-tugas kemanusiaan dalam membantu dan mengevakuasi korban bencana alam yang terjadi di Indonesia.
Intensitas perlibatan kekuatan Brimob Polri dalam penanggulangan tindak pidana terorisme di Indonesia meningkat pasca serangan teror Bom Bali I. Disamping dilibatkan dalam operasi-operasi kepolisian lainnya, khususnya dalam menghadapi kejahatan berintensitas tinggi.
Seperti keberhasilan Polri dalam mengungkap dan menangani kasus terorisme di wilayah Poso Sulawesi Tengah baru-baru ini juga tidak terlepas dari adanya peran Korps Brimob Polri yang tergabung dalam operasi Tinombala bersama dengan TNI.
Polri juga dihadapkan pada tugas menangani kejahatan transnasional. Hal ini konsekuensi atas perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi, transportasi dan informasi yang kini batas-batas fisik suatu negara menjadi sesuatu hal yang maya.
Kompleksitas pelaku dan objek perbuatan serta kesulitan akibat perbedaan hukum positif antar negara merupakan ciri khas dari kejahatan transnasional. Seperti, money loundering, illegal fishing, human traffickingdandrugs trafficking.
Dalam menghadapi ancaman tugas diera modern seperti itulah, Polri dibawah kepimpinan Jenderal Polisi Drs M. Tito Karnavian, MA, Ph.D menjawab dengan strategi delapan misi, sebelas program prioritas dan sepuluh komitmen.
Promoter (Profesional, Modern dan Terpercaya) menjadi visi Kapolri yang harus ditindaklanjuti seluruh jajaran Polri termasuk Korps Brimob Polri telah membuat rencana aksi program prioritas Kapolri fungsi Brimob sebanyak 8 program terdiri dari 23 kegiatan dan quick wins dengan 7 kegiatan.
(Natalia Bulan)