 
                Anak sulung dari enam bersaudara ini tumbuh di lingkungan yang kental akan agama Islam. Ayahnya pada saat itu mendirikan perkumpulan agama Nurul Islam yang berorientasi pada Muhammadiyah.
Pada awal 1936, DN Aidit yang saat itu berusia 13 tahun ingin merantau ke Batavia (sekarang Jakarta). Di Batavia, DN Aidit tinggal di kawasan Cempaka Putih. Disana ia tinggal bersama Polisi bernama Marto yang merupakan kawan Abdullah.
Kedatangan Aidit ke Batavia adalah untuk bersekolah di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Sayangnya, pendaftaran sudah ditutup. Alhasil, ia meneruskan pendidikan di Middestand Handel School (MHS), Jalan Sabang, Jakarta Pusat.
Selama bersekolah, idealisme Aidit tupanya sangat menonjol dibanding teman sebayanya. Singkat cerita, ia tak pernah menamatkan pendidikan formalnya, namun lebih aktif ke kegiatan luar sekolah.
Aidit bergabung dengan organisasi Persatuan Timur Muda (Pertimu) yang dimotori oleh Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Disini, Aidit semakin menjadi-jadi dalam hal politik. Ia bahkan diangkat sebagai Ketua Umum Pertimu dalam waktu singkat.
Saat inilah, Aidit menghapus nama Achmad dan menggantinya dengan Dipa Nusantara (DN). Menurut kesaksian adik-adiknya, perubahan nama tersebut didasari atas perhitungan politik.
(RIN)
(Rani Hardjanti)