JAKARTA - Rusia atau dulunya Uni Soviet telah sejak lama menjadi negara tujuan pelajar Indonesia untuk melanjutkan studi. Tercatat ada beberapa tokoh Indonesia yang pernah belajar di negeri itu. Berikut daftarnya.
• Iwa Kusumasumantri
Politikus Indonesia yang berkiprah di masa kemerdekaan, Iwa Kusumasumantri, pernah mengenyam pendidikan di Uni Soviet. Setelah lulus dari sekolah hukum di Batavia pada 1921, Iwa meneruskan studinya ke Belanda, tepatnya di Universitas Leiden.
Di negeri itu, Iwa bergabung dalam kelompok nasionalis intelektual Indonesia, Serikat Indonesia. Pada 1925, Iwa pindah ke Uni Soviet dan selama 6 bulan belajar di salah satu kampus di Moskow. Dua tahun kemudian, Iwa kembali ke Tanah Air.
Iwa sempat menjadi Menteri Sosial di kabinet pertama Presiden Soekarno. Kemudian, pada 1953 ia terpilih sebagai Menteri Pertahanan Pertama di kabinet Perdana Menteri Ali Sastroamidjoyo hingga 1955. Dua tahun berikutnya, Iwa menjadi Rektor Universitas Padjajaran, Bandung. Iwa Kusumasumantri diberi gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada 2002.
• Suhario Padmodiwiriyo
Suhario Padmodiwiriyo alias Hario Kecik lahir pada 12 Mei 1921. Ia merupakan anggota militer pecinta literasi karena telah menulis berjilid-jilid buku Pemikiran Militer dan jilid Memoar Hario Kecik. Dalam Memoar Hario Kecik, ia menulis Autobiografi Seorang Mahasiswa Prajurit (1995). Ia juga menulis pemikiran militernya.
Dalam hal menulis, ia terkesan blak-blakan menulis tentang dirinya maupun teman seperjuangannya. Oleh karena tulisannya yang terkesan pedas itu ia dicap sebagai orang kiri oleh pemerintah Orde Baru. Ia juga dituduh bertanggung jawab atas pembersihan kaum feodal di Kalimantan pada 1964.
Pada akhir Januari 1965, Hario Kecik dikirim ke Moskow untuk belajar. Sebelum dikirim ke Moskow, ia menjabat Panglima Kodam Mulawarman di Kalimantan. Jenderal Ahmad Yani menjanjikannya kenaikan pangkat selepas lulus dari Moskow. Baru delapan bulan berkuliah di General Staff Academy Suworov, ia mendengar kabar tentang peristiwa 30 September 1965.
Kejadian itu menewaskan sejumlah pimpinan Angkatan Darat, termasuk Jenderal Ahmad Yani. Hingga pendidikannya selesai tahun 1967, tidak ada satu perintah pun untuk ia kembali ke Tanah Air. Hario dan keluarga akhirnya berada dalam perlindungan Komite Internasional Palang Merah. Ia menjadi peneliti di USSR Academy of Science untuk menghidupi keluarganya.