Selain autoimun, sebut Siska, matanya juga sudah rabun. Bahkan kalau pulang kampung, dia pun kadang dibilang sombong, padahal dirinya tidak bisa melihat orang dengan jelas, kecuali jarak dekat, misalnya sekitar 10-15 meter.
"Kalau lebih dari itu, agak samar pandangan saya. Biaya pengobatan di Indonesia juga mahal. Sedangkan di Prancis, biaya medis ditanggung pemerintah," kata dia.
Sementara untuk kerja di Prancis tidak menjadi masalah karena toleransinya tinggi, karena yang mereka inginkan itu hanya hasil.
"Itu sebabnya kenapa sampai sekarang ini saya memilih untuk menetap di Prancis ini, meskipun awalnya saya tidak ada niat sedikitpun untuk menetap di Prancis. Namun begitu, saya rutin pulang kampung sekali setahun, kecuali sejak pandemi COVID-19 ini,” ujarnya.
Ia berpesan kepada anak-anak muda di Sumatera Barat dan para penerima beasiswa dari PT Semen Padang khususnya, bahwa kesuksesan yang diraih saat ini, tidak terlepas dukungan banyak pihak dan doa dari orang tua.
“Teruslah rajin, giat belajar dan kejar cita-cita . Jangan pernah menyerah dan tidak usah dihiraukan apapun ocehan dan celaan orang lain, karena sesungguhnya saingan terberat adalah diri sendiri," katanya.
Sementara ayah Siska, Yulizar mengaku bersyukur dan bangga atas kesuksesan anak sulungnya itu. Ia dan istrinya sempat melarang Siska untuk melanjutkan kuliah ke Prancis, karena penghasilan Siska saat bekerja di perusahaan Amerika setelah lulus dari UGM sangat besar, yakni sekitar 1.000 Dolar Amerika Serikat .
Di tambah lagi Siska yang saat itu masih berstatus lajang, tentunya sebagai orang tua Yulizar dan istrinya khawatir membiarkan anaknya seorang diri terpisah jauh di negeri orang.
“Karena Siska tetap gigih pada pendiriannya, saya dan mamanya merestui keingingan Siska untuk kuliah di Prancis,” katanya.
Ia mengungkapkan, awalnya terasa berat melepas Siska kuliah ke Prancis, namun karena tekad anaknya itu untuk melanjutkan pendidikan sangat kuat, mau tidak mau ia sebagai orang tua harus memberikan izin.
“Apalagi ini untuk masa depannya Siska. Karena bagi saya sebagai orang tua, kami tidak ingin anak-anak hidup susah. Cukup kami sebagai orang tua yang merasakannya,” tutur Yulizar.
Kesuksesan yang diraih Siska kini turut dirasakan oleh keluarganya di kampung. Bahkan, Siska pun juga telah memberangkatkan kedua orang tuanya naik kaji ke Mekah pada 2010 dan juga ikut membantu membiayai kuliah adik bungsunya bernama Andam Sari (27) di UGM.
Menurut Yulizar, ibaratnya, Siska ini sbagai "pambangkik batang tarandam" atau membangkitkan kehormatan di keluarga.
"Karena berkat kerja kerasnya, adiknya juga bisa kuliah ke UGM, dan alhamdulillah juga memberangkatkan saya pergi haji. Bahkan, Siska juga merenovasi rumah di kampung,” kata Yulizar.
(Fahmi Firdaus )