Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Epidemiolog UGM: Pemberian Vaksin Dosis Ketiga Sebaiknya Mengacu Data Riset

Tim Okezone , Jurnalis-Sabtu, 10 Juli 2021 |11:50 WIB
 Epidemiolog UGM: Pemberian Vaksin Dosis Ketiga Sebaiknya Mengacu Data Riset
Warga saat divaksin Covid-19 (foto: Dok Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Pemerintah memberikan vaksin dosis ketiga bagi tenaga kesehatan, seiring melonjaknya kasus Covid-19 varian Delta dan banyaknya nakes yang meninggal terpapar covid meskipun sudah divaksinasi.

Menanggapi hal tersebut, Epidemiolog UGM, Bayu Satria Wiratama mengatakan, belum ada jaminan pemberian vaksin dosis ketiga bagi nakes bisa bebas dari paparan Covid-19 varian Delta. Menurutnya, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang menjadi penyebab kematian bagi nakes tersebut.

“Bukti yang ada belum kuat bahwa dosis ketiga apakah ini diperlukan terutama untuk varian Delta. Yang lebih penting adalah mengetahui dulu apa penyebab pasti nakes yang menurut asumsi sudah banyak yang mendapatkan vaksinasi tapi masih terkena dan angka kematiannya masih tinggi. Apakah memang efektifitas vaksin yang rendah atau ada penyebab lain?," kata Bayu, seperti dikutip dari website ugm.ac.id, Sabtu (10/7/2021).

 Baca juga: Indonesia Kedatangan 3 Juta Dosis Vaksin Moderna pada Hari Minggu

Menurut Bayu, sebenarnya bukti yang menunjukkan bahwa varian Delta menyebabkan Covid-19 lebih parah daripada varian sebelumnya masih sangat sedikit sehingga belum bisa disimpulkan varian ini lebih ganas. Namun, mengenai varian Delta lebih menular memang buktinya sudah lebih kuat.

“Lebih menular ini yang menyebabkan kenapa lebih banyak kasus yang berat ketika varian Delta muncul. Karena varian Delta menyebabkan lebih banyak orang sakit dan hal ini akan berbanding lurus dengan meningkatnya orang yang bergejala sedang-berat. Jadi, bukan karena variannya sendiri secara langsung,” imbuhnya.

Baca juga:  Minggu Depan, 1,47 Juta Tenaga Kesehatan Mulai Disuntik Vaksin Covid-19 Dosis Ketiga

Banyaknya kasus kematian karena positif Covid-19 maka pasien yang membutuhkan perawatan juga meningkat, padahal kapasitas rumah sakit tidak bisa bertambah dengan cepat. Akibatnya, banyak pasien yang tidak mendapatkan perawatan di rumah sakit rujukan.

“Kondisi ini menyebabkan angka kematian meningkat,”paparnya.

Soal data Kemenkes yang menyebutkan sekitar 90 persen kasus kematian Covid-19 lebih banyak terjadi pada orang yang belum divaksinasi, menurut Bayu angka tersebut terlalu optimis karena angka sebenarnya masih di bawah itu.

“Namun, bagi saya masih cukup bagus untuk mengurangi fatalitas pada Covid-19,” katanya.

Bayu sependapat, bahwa pemerintah tengah menggenjot program vaksinasi di tengah banyaknya warga yang enggan melakukan vaksin serta masih melonjaknya kasus dan kamar khusus Covid-19 di rumah sakit yang penuh.

“Saya setuju dengan langkah mempercepat vaksinasi yang seharusnya juga didukung dengan edukasi dan langkah pemberantasan info hoax agar orang semakin yakin untuk vaksin. Tapi info hoax ternyata lebih masif sehingga hal itu menghambat proses peningkatan angka vaksinasi,” tegasnya.

Bila virus corona terus bermutasi dan katakanlah akan lebih ganas dan cepat menular, apakah vaksin yang disuntik sebelumnya masih tetap efektif menangkal virus ? Menurut Bayu virus SARS-CoV-2 tetap terus bermutasi sehingga perlu vaksin yang lebih baru lagi. Bahkan, semua vaksin yang ada saat ini dapat diperbarui sesuai dengan hasil penelitian yang ada.

“Apabila dinilai varian yang baru benar-benar dapat mengurangi signifikan kemampuan vaksin terhadap virus SARS-CoV-2 maka akan dibuat semacam booster untuk vaksin tersebut. Namun, itu pun jika memang ada alokasi khusus yang tidak mengganggu vaksinasi secara umum maka bisa diberikan,” pungkasnya.

(Rani Hardjanti)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita edukasi lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement