"Oleh karena itu, kalau saya ke daerah-daerah biasanya juga sambil melihat kondisi di lapangan, misalkan ada sekolah yang ternyata gurunya PNS semua, tetapi ada sekolah lain di kecamatan itu, yang PNS hanya kepala sekolahnya dan guru-gurunya honorer. Padahal, harusnya berimbang," tutur Muhadjir.
Berdasarkan pengalaman turun di lapangan tersebut, Mendikbud juga menemukan sekolah di Babat, Lamongan hanya memiliki siswa kurang dari 40 orang. Kalau kondisinya seperti itu, perlu ada pengelompokan ulang sekolah, relokasi atau membangun sekolah baru karena ada titik hampa (blank spot) sekolah.
Oleh karena itu, lanjut Muhadjir, agar daerah taat terhadap aturan PPDB, ia mengeluarkan Permendikbud No 51/2018 yang dikeluarkan Januari 2019 tentang PPDB 2019. Dengan demikian, ada waktu lima bulan untuk asistensi PPDB di provinsi, kota dan kabupaten di Indonesia.
Bahkan, lanjutnya, di Kemendikbud sekarang ada semacam unit yang memantau/asistensi mengenai zonasi PPDB di daerah dengan harapan ditaati karena manfaatnya banyak. "Jika tidak ditaati, semua instrumen dari Kemenkeu bisa dipakai Kemendikbud terkait anggaran sebagai pemberian penghargaan (reward) dan hukuman (punishment)," tuturnya.