JAKARTA - Menjalani Ramadan di luar negeri, pasti mendapat banyak pengalaman menarik. Salah satunya cerita mahasiswa Indonesia di Tiongkok ini.
Mahasiswa S-2 di Nanchang University, Siti Marwah, bercerita, salah satu tradisi Ramadan di kota perantauannya adalah buka puasa bersama ala standing party. Ketika menunggu kumandang azan magrib berbunyi, para jamaah berdiri di depan halaman masjid. Di tengah-tengah mereka terdapat sebuah meja bundar yang sudah diisi oleh irisan buah seperti semangka dan anggur.
"Setelah waktu berbuka tiba, imam masjid keluar dari masjid dan memimpin doa berbuka. Setelah itu kami makan semangka dan anggur. Usai berbuka puasa dengan buah, kami masuk ke masjid untuk salat magrib berjamaah," ujar Marwah, dalam surat elektroniknya kepada Okezone, baru-baru ini.
Usai menjalankan salat magrib, para jamaah pun menikmati hidangan berbuka puasa yang telah disiapkan. Makanannya berupa roti, nasi putih, daging, sup, sayuran dan teh tawar yang ditempatkan di meja-meja bundar.
Berbeda dengan masjid di Indonesia yang kerap menyajikan ceramah agama sebelum waktu berbuka, di Nanchang tidaklah ada tradisi kuliah tujuh menit (kultum). Namun di Nanchang, umumnya masjid menggelar salat tarawih sebanyak 20 rakaat dilanjutkan dengan sholat witir.
"Kalau yang lazim di Indonesia kan kita bisa salat tarawih delapan rakaat, dan dilanjutkan dengan salat witir," imbuhnya.
Marwah menambahkan, ketika berdoa, imam masjid menggunakan bahasa Nanchang. Tidak heran, dia pun sulit memahami doa apa yang dipanjatkan sang imam.
"Selesai salat witir mereka berdoa dan niat untuk puasa esok harinya, sama seperti di Indonesia," imbuhnya. (afr)
(Rifa Nadia Nurfuadah)