Pernyataan tersebut muncul di tengah ramainya wacana pembubaran DPR di media sosial serta dalam aksi unjuk rasa di Jakarta pada akhir Agustus 2025. Wacana ini didorong oleh berbagai kritik publik terhadap kinerja DPR, khususnya soal gaji dan tunjangan anggota dewan yang dinilai tidak sebanding dengan hasil kerja.
Namun, Sahroni kemudian mengklarifikasi bahwa ucapannya tidak ditujukan kepada masyarakat umum, melainkan terhadap pemikiran yang menurutnya keliru karena menganggap DPR bisa dibubarkan begitu saja.
“Jika DPR dibubarkan, tidak ada lagi pengawasan terhadap kekuasaan presiden, dan itu sangat berbahaya bagi sistem demokrasi kita,” ujar Sahroni.
Kemudian, Fraksi Partai NasDem DPR RI meminta pemerintah dan Setjen DPR RI menghentikan gaji, tunjangan, dan seluruh fasilitas yang melekat pada Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach. Permintaan ini dilayangkan setelah keduanya dinonaktifkan sebagaimana keputusan dalam Surat Nomor 168-SE/DPP-NasDem/VIII pada 1 September 2025.
"Fraksi Partai NasDem DPR RI meminta penghentian sementara gaji, tunjangan, dan seluruh fasilitas bagi yang bersangkutan, yang kini berstatus nonaktif. Ini sebagai bagian dari penegakan mekanisme dan integritas partai," tegas Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI, Viktor Bungtilu Laiskodat dalam keterangannya yang dikutip, Rabu (3/9/2025).
(Rani Hardjanti)