Krisis yang dihadapi dalam berkomunikasi oleh PR jika dikaitkan dengan media sosial adalah penyebaran informasi yang begitu cepat. PR yang tidak cepat tanggap atau tidak responsive, akan kehilangan momen berharga untuk dapat mempertahankan reputasi dan citra organisasi tersebut. Oleh karena itu suatu organisasi atau perusahaan harus selalu siap sedia menghadapi situasi krisis jika terjadi hal yang diluar prediksi team perusahaan. Adapun fungsi media sosial dalam menghadapi krisis menurut (Fearnley, 2019), diantaranya yaitu:
Crisis Communication Tools (Sarana Krisis Komunikasi)
Building Reputation (Membangun Reputasi)
Building Relation (Menjalin Hubungan)
Analyze & Monitor Social Media Activities (Menganalisis & Memantau Aktivitas Media sosial)
Walau banyak keuntungan yang didapatkan PR dalam pemanfaatan penggunan media sosial, tidak sedikit juga adanya tantangan yang harus dihadapi. Dari banyaknya informasi yang beredar di media sosial, tidak semua benar atau valid, namun ada juga berita atau informasi hoaks. Oleh karena itu praktisi PR perlu memiliki strategi yang lebih bijak dalam menggunakan media sosial, agar terjaminnya kebenaran sumber informasi yang dibagikan.
Kerap kali terjadi, beberapa perusahaan gagal memanfaatkan media sosial dalam menghadapi krisis yang terjadi, yang mana perusahaan tersebut malah memperburuk reputasi organisasi atau perusahaannya sendiri karena perusahaan gagal memberikan klarifikasi terkait penyebaran informasi negative yang sedang beredar, sehingga yang terjadi justru malah media sosial menjadi lawan bagi reputasi perusahaan tersebut. Sebelum memanfaatkan media sosial, praktisi PR memang perlu mempertimbangkan dampak baik buruknya jika ingin menggunakan media sosial dalam menghadapi krisis perusahaan, karena memang PR harus mempelajari dan menguasai setiap celah yang ada.
Berikut contoh studi kasus yang penulis masukan dalam artikel ini terkait krisis dalam sebuah organisasi atau perusahaan, yang mana PR dan perusahaan tersebut memanfaatkan media sosial dalam menghadapi krisisnya, diantaranya yaitu:
Atlas Super Club Menggunakan Visualisasi Gambar Dewa Siwa di Pertunjukan DJ
Sebuah club di Bali yakni Atlas, pernah menggunakan gambar Dewa Siwa sebagai latar belakang panggung saat pertunjukan DJ sedang berlangsung. Hal ini terungkap setelah ada salah satu pengunjung Atlas Super Club yang memfoto dan mempostingnya di media sosial terkait gambar Dewa Siwa yang ada di layer atau visual saat pertunjukan DJ. PHDI bali menuntut karena hal tersebut melanggar norma, adat dan budaya bagi umat Hindu. Karena memang sebaiknya perusahaan tidak menggunakan unsur agama, adat, atau budaya dalam kebutuhan konten promosi brand atau perusahaan. Terlebih lagi untuk kebutuhan Entertain untuk club malam. Hal ini terkesan melecehkan Dewa Siwa, oleh karena itu Atlas mendapat somasi dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali.
Dalam hal ini pihak Atlas meminta maaf dan memberikan klarifikasi di media sosial seperti Instagram dan X, bahwa mereka tidak bermaksud melecehkan Dewa Siwa untuk kebutuhan konten promosinya, melainkan salah satu staff ada yang asal ambil gambar dari google untuk dijadikan latar belakang saat penampilan DJ dimulai. Namun PHDI dan DPRD Bali ingin ada sanksi tegas yang tidak diselesaikan hanya dengan permintaan maaf, agar memberikan efek jera bagi siapapun yang membawa ras, suku, adat, agama dalam kebutuhan konten mereka. Tahap Post Crisisnya akhirnya di selesaikan oleh pihak Atlas yang berjanji akan mengadakan Gelar Upacara Guru Piduka demi tercapainya situasi kondusif bersama.
Fezih Fakhrunnisa
Mahasiswi UPN Veteran Jakarta, Magister Ilmu Komunikasi
(Feby Novalius)