Dalam pengembangan ekosistem digital pangan di Indonesia, Tomy Perdana menyoroti tiga faktor utama. Pertama, pertanian kontrak (contract farming) menjadi krusial karena menghubungkan produksi dengan pasar. Akibatnya, ekosistem digital pangan dapat dikembangkan secara efektif dan berkelanjutan dengan menggunakan teknologi untuk mengurangi kerugian hasil panen dan limbah pangan. Kedua, teknologi digital, seperti konsep Smart Farming, membantu pertanian bekerja lebih optimal dan efisien, sehingga produksi dan ketersediaan pangan di setiap daerah dapat terjaga dengan lebih baik.
Terakhir, pembentukan simpul pangan (food hubs) menjadi strategi penting dalam mengelola permintaan dari setiap segmen pasar. Simpul pangan ini dikembangkan dengan optimalisasi manajemen dan teknologi logistik berbasis digital, memungkinkan distribusi pangan yang lebih efisien dan terkoordinasi.
"Dengan mempertimbangkan ketiga hal tersebut, diharapkan pengembangan sistem ekosistem digital pangan dapat lebih baik dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia dan dapat berkontribusi dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional yang berkelanjutan. Jadi, meskipun smart farming penting, itu baru langkah awal dan bagian dari solusi yang lebih besar untuk mengatasi masalah di sektor pertanian Indonesia," tutup Tomy.
(Feby Novalius)