JAKARTA - Ribuan Mahasiswa Indonesia mengenyam pendidikan di Kampus Universitas IsIam Madinah. Seperti apa kehidupan di kampus yang hanya dihuni oleh Kaum Adam ini?Berikut informasinya untuk anda.
Lalu lalang mahasiswa di antara deretan gedung fakultas menandai dimulainya aktivitas belajar mengajar di Kampus Universitas Islam Madinah Berjarak sekitar 5 kilometer dari Masjid Nabawi. Kampus UIM menjadi tempat menuntut ilmu bagi Ahmad Bukhori Jawas, mahasiswa asal Jakarta.
Ia mendapatkan beasiswa untuk kuliah S1 di jurusan Syariah semester 6. Uniknya, Kampus UIM dikhususkan bagi laki-laki. Sehingga tidak ada mahasiswi atau perempuan di kampus ini.
Sebagai Ketua Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia PPMI Madinah Bukhori mengisi waktu luangnya dengan belajar di kamar asrama, setiap mahasiswa akan tinggal di asrama yang diisi dua orang per kamar.
"Karena di sini kota Madinah adalah kota Nabi. Banyak ulama sehingga bisa menimba ilmu dari mereka," ujarnya Rabu (29/5/2024).
Setiap tahun, ribuan calon mahasiswa dari Indonesia mendaftar kuliah di UIM Namun yang diterima rerata paling banyak hanya 180 mahasiswa.
Mendaftar kuliah di UIM tidak wajib bisa bahasa Arab, karena mereka akan mengikuti kuliah bahasa Arab dulu di dua semester awal. Setelah itu baru mengikuti kuliah sesuai jurusan yang dipilih.
Semua mahasiswa di UIM mendapat beasiswa penuh. Bahkan setiap bulannya mahasiswa mendapat mukafa'ah alias uang saku 850 riyal atau sekira 3,6 juta rupiah.
Mahasiswa biasanya pulang ke Indonesia saat liburan panjang pada musim haji, awal Zulhijah hingga akhir Muharam.
"Alhamdulillah mendapatkan full beasiswa.. Tiket pulang ke Indonesia di setiap musim panas," kata Mahasiswa Universitas Islam Madinah Ahmad Bukhori Jawas.
Berdiri sejak 63 tahun lalu, kampus seluas 50 hektare ini memiliki 17.873 mahasiswa dari 160 negara. Jumlah mahasiswa Indonesia di sini mencapai 1.600 orang.
Mereka tersebar di 9 fakultas yakni Syariah, Alquran, Hadis dan Studi Islam, Dakwah dan Ushuluddin, Bahasa Arab, Hukum, Komputer dan Sistem Informasi, Teknik dan Sains.
Sebagian dari mereka ada yang menjadi tenaga pendukung Petugas Penyelenggara Ibadah Haji, PPIH di Arab Saudi. PPIH memang merekrut ratusan tenaga pendukung dari mahasiswa Indonesia yang belajar di Timur Tengah. Selain dari Arab Saudi, ada juga tenaga pendukung dari Suriah, Mesir, Tunisia dan negara Timur Tengah lainnya.
Kemampuan bahasa Arab mereka dibutuhkan untuk membantu komunikasi PPIH dengan berbagai pihak di Arab Saudi.
(Taufik Fajar)