JAKARTA - Pernah melihat kura-kura raksasa? Setelah sempat di ambang kepunahan pada akhir abad ke-19, kura-kura raksasa darat asli Kepulauan Galapagos di kawasan Ekuador, Amerika Selatan, dekat Samudra Pasifik kembali setelah sempat diburu oleh para bajak laut, pemukim, dan pemburu ikan paus yang datang ke pulau tersebut.
Para pendatang tersebut sempat merusak ekosistem kura-kura darat raksasa di Galapagos karena juga mendatangkan hewan spesies lain seperti kambing yang memakan secara berlebihan tanaman yang jadi makanan kura-kura dan mendatangkan tikus yang memakan telur kura-kura. Di pulau Española yang termasuk bagian Kepulauan Galapagos, kini hanya tersisa 14 ekor saja padahal semula memiliki 10.000 ekor kura-kura. Daerah sabana yang terdapat di pulau itu juga berubah jadi tanah tandus karena rumputnya habis dimakan oleh kambing, dilansir dari Science Times, Selasa (17/10/2023).
Upaya Pemulihan Ekosistem Kura-Kura
Setelah satu abad, para pegiat konservasi berupaya memulihkan populasi kura-kura darat raksasa yang ada di pulau Española. Hewan pendatang seperti kambing dan tikus mulai dimusnahkan dan menangkap sisa kura-kura Galapagos untuk diternak di penangkaran.
Setelah upaya tersebut, wilayah yang semula tandus mulai ditumbuhi pepohonan lebat dan semak berkayu sejak kambing sudah tidak ada di pulau tersebut. Pemulihan penuh pulau tersebut hingga kembali menjadi sabana harus menunggu kembalinya kura-kura di daratan pulau tersebut.
Bekerja sama dengan LSM Galapagos Conservancy dan Direktorat Taman Nasional Galapagos, para pegiat konservasi kembali melepas kurang lebih 2000 kura-kura raksasa hasil penangkaran ke pulau Española. Kura-kura yang tersisa dimasukkan ke penangkaran sejak tahun 1963 dan 1974 telah dilepasliarkan pada tahun 2020 lalu.
Sejak kembalinya kura-kura di daratan Española, populasinya meningkat hingga 3000 ekor. Para ahli juga melihat transformasi ekologi Española ketika kura-kura mengurangi jumlah tanaman berkayu, yang menyebabkan perluasan padang rumput di pulau tersebut.
BACA JUGA:
Kura-kura raksasa juga dapat menjadi arsitek ekologi yang mengubah lanskap saat mereka menjelajah, buang air besar, dan berjalan dengan susah payah sebab menginjak-injak pohon-pohon muda dan semak-semak sebelum mereka tumbuh cukup besar untuk menghalangi jalan burung laut yang ada di pulau itu.
Namun, para pegiat konservasi masih memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Pada tahun 2020, 78% pulau ini masih didominasi oleh vegetasi berkayu. Para ahli mengatakan mungkin diperlukan waktu beberapa abad lagi sebelum kura-kura raksasa dapat mencapai kembali rasio rumput, pohon, dan semak sebelum orang Eropa tiba di kepulauan ini.