JAKARTA - Peneliti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran (Unpad), Amaliya, menjadi panelis dalam Global Forum on Nicotine 2023 (GFN23) beberapa waktu lalu.
Konferensi internasional yang mengusung tema “Tobacco harm reduction - the next decade” tersebut dihadiri ilmuwan, peneliti, dokter, dan analis kebijakan ternama dari berbagai negara untuk memaparkan hasil penelitian, pengalaman, serta praktik terbaik dalam pengendalian tembakau.
Dalam diskusi tersebut, Amaliya memaparkan hasil kajian klinis bertajuk “Nikotin dan Respon Gusi Pada Pengguna Vape vs Perokok Saat Mengalami Peradangan Gusi Buatan (Gingivitas Eksperimental)”.
Penelitian ini kata dia bertujuan untuk mengetahui dampak dari produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan, bagi pertahanan gusi terhadap bakteri plak gigi pada para pengguna produk tembakau alternatif yang telah beralih dari rokok dibandingkan dengan perokok dan bukan perokok.
“Penelitian ini bertujuan untuk mengamati respons gusi yang dinilai dari derajat peradangan gusi, yang merupakan tanda awal dari pertahanan gusi terhadap bakteri plak gigi selama percobaan gingivitis (peradangan gusi) pada pengguna produk tembakau alternatif dibandingkan perokok dan bukan perokok. Gingivitis adalah mekanisme pertahanan dalam merespons plak bakteri yang menempel di permukaan gigi,” ujar Amaliya, dikutip Senin, (10/7/2023).
Penelitian ini melibatkan 15 peserta berusia 18-55 tahun yang dibagi ke dalam tiga kriteria dengan distribusi gender tidak merata. Kriteria pertama adalah perokok dengan masa konsumsi rokok minimal satu tahun.
Selanjutnya, kriteria kedua adalah pengguna produk tembakau alternatif, yang telah beralih dari rokok dengan masa penggunaan minimal satu tahun.
Dan kriteria ketiga adalah bukan perokok. Selama fase gingivitis eksperimental, peserta diinstruksikan untuk tidak menyikat gigi selama 21 hari. Tujuannya untuk melihat sejauh mana gusi merespons bakteri.
“Ada temuan menarik dari penelitian kami, yakni pengguna produk tembakau alternatif yang telah beralih dari rokok menunjukkan respons yang baik terhadap akumulasi plak atau infeksi bakteri dengan tingkat peradangan gusi seperti yang dialami non-perokok,” ungkapnya.
Amaliya menemukan fakta baru dalam penelitiannya. Dikatakannya, nikotin selama ini sering dianggap sebagai penyebab utama gangguan pertahanan gusi yang ditandai dengan penyempitan pembuluh darah. Namun, hasil penelitian ini, membuktikan bahwa pengguna rokok elektrik dengan cairan e-liquid, yang mengandung nikotin, tidak menyebabkan masalah kesehatan pada gusi.
“Kesimpulannya bukan nikotin yang mempersempit pembuluh darah pada gusi dan menutupi tanda klinis peradangan yang normal. Melainkan disebabkan oleh TAR atau kandungan lain dari rokok,” pungkasnya.
Peneliti Senior University of Patras dan School of Public Health-University of West Attica di Yunani, Konstantinos Farsalinos, dalam kesempatan itu juga mengatakan ada banyak prasangka buruk terhadap nikotin.
Kondisi tersebut menyebabkan minimnya minat ilmuwan meneliti nikotin. Menurut dia, nikotin bisa menjadi bidang yang sangat menarik untuk diteliti sebagai teraupetik untuk membantu proses penyembuhan pasien.
(Fahmi Firdaus )