Jadi Dewasa Ternyata Tidak Mudah, Ini Penjelasannya!

Zamilatul Anisa, Jurnalis
Jum'at 16 Desember 2022 12:43 WIB
Ilustrasi. (Foto: Freepik)
Share :

JAKARTA - Katanya jadi dewasa itu sulit, bener ga sih? 

“Takut tambah dewasa, takut aku kecewa…”

Kayanya lirik itu udah menggambarkan betapa jadi “dewasa” itu punya stereotype yang terkesan berat, susah, dan melelahkan.

Makin ke sini tidak bisa dipungkiri bahwa kehidupan kita makin berubah seiring usia yang semakin bertambah pula. Bagi anak muda usia 20an, perubahan hidup ini mulai terasa, dan di masa-masa inilah puncak-puncak gonjangan kehidupan akan terasa bedanya.

BACA JUGA:Uniknya Wisuda di Kampus ISI Yogyakarta, Mahasiswa Gelar Perayaan Layaknya Festival Budaya

Di masa kecil kehidupan kita mungkin hanya disibukkan dengan bermain dan melakukan hal-hal yang kita suka, main kesana-sini, dan tertawa sepanjang hari. Memang terkesan monoton, tetapi jika dilihat dari kacamata orang dewasa, rasanya jadi anak kecil itu menyenangkan ya? Tidak perlu bingung memikirkan ini dan itu, tidak ada kesibukan, ya intinya, tidak banyak beban yang harus ditanggung.

Mengalir begitu saja. Jadi anak kecil itu menyenangkan, karena tidak perlu merisaukan hal-hal besar, juga karena mereka tidak punya tanggung jawab yang berarti. Dirinya bebas melakukan apa yang di mau.

Meski begitu, banyak dari kita yang dulu ketika masih kecil ingin cepat-cepat jadi dewasa. Tidak menyadari kalau jadi orang dewasa itu tak seindah yang dibayangkan.

Dilansir dari artikel MIT Edu, masa peralihan remaja-dewasa dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu Adolescence/Masa remaja (dimulai saat pubertas hingga usia 18 tahun), Young Adulthood/Masa dewasa muda (dimulai saat usia 18 hingga 22 atau 18 hingga 25), dan Late Adulthood/Masa dewasa lanjut (umumnya dimulai saat pertengahan usia 20-an ke atas). Mereka yang memasuki masa dewasa juga mengalami perubahan yang dramatis, terutama pemikiran.

Pemikiran ini tidak hanya sebatas mengenai apa yang dipikirkan, tetapi juga menyangkut bagaimana berpikir dan berespon terhadap berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar, terutama hal-hal abstraks kompleks seperti masalah hubungan dan moral kehidupan yang biasanya tidak terpikirkan ketika masih anak-anak.

Berbagai masalah yang dihadapi juga menuntut seorang individu yang telah dewasa untuk bisa menyikapinya secara “dewasa” pula, yang ini artinya berbagai tantangan kehidupan harus disikapi secara bijak dan penuh tanggung jawab.

Tetapi bagi sebagian orang yang belum siap menjadi dewasa, atau dalam kata lain masih di ambang batas antara remaja dan dewasa, mereka cenderung kebingungan dan kekacauan ketika dihadapkan dengan permasalahan hidup yang kompleks. Sehingga tak jarang, kaum muda-mudi saat ini rentan mengalami apa yang disebut “quarter life crisis”.

Quarter-life crisis adalah suatu periode ketidakpastian dan pencarian jati diri yang dialami individu pada saat mencapai usia pertengahan 20 hingga awal 30 tahun (Bradley University, 2022). Pada periode ini, individu dihantui perasaan takut dan khawatir terhadap masa depannya, termasuk dalam hal karier, relasi, dan kehidupan sosial (Aristawati, Meiyuntariningsih, Cahya, & Putri, 2021).

Individu menjadi cemas, frustasi, dan kehilangan arah. Selain itu, Perasaan negatif ini jika tidak diatasi dapat mengganggu kesehatan mental.

Menurut data dari Cognitive Behavioral Consultants/CBC Psychology (2020), 50% dari semua penyakit mental dimulai pada usia 14 tahun, dan 75% dimulai pada usia 24 tahun. Selain itu, hampir 30% usia dewasa muda mengalami gangguan kesehatan jiwa, dibandingkan dewasa tengah (25%) dan dewasa lanjut (14%).

Lebih lanjut, sebanyak 8,9 juta orang dewasa muda yang dilaporkan mengalami penyakit mental pada tahun 2018, lebih dari dua per lima nya tidak diobati. Gangguan ini mungkin berimbas pada memburuknya kualitas kehidupan yang pada akhirnya jika tidak tertangani akan berakhir pada kasus bunuh diri. Bunuh diri menjadi penyebab utama kematian kedua pada orang berusia 10 hingga 34 tahun.

Berbagai stressor kehidupan banyak bermunculan dan hal ini menjadi tantangan bagi para individu yang mulai beranjak dewasa. Masalah yang sering muncul meliputi Relationship atau hubungan, baik hubungan pertemanan, romansa, maupun keluarga. Di masa dewasa permasalahan mengenai hubungan ini cenderung semakin kompleks dan rumit.

Responsibilities and personal decision, ini menyangkut bagaimana merespon suatu hal dan keputusan apa yang akan diambil, termasuk menimbang baik-buruknya akibat yang timbul dari keputusan tersebut. Individu dituntut untuk bisa mempertanggungjawabkan setiap langkah kehidupan yang dia ambil.

Academics living. Memasuki usia 20 tahunan tentu tidak lepas dari kehidupan kampus, baik seputar perkuliahan, organisasi, dan terutama hal-hal akademik. Persaingan prestasi cenderung memunculkan masalah tersendiri bagi pada dewasa muda, yang tidak jarang memicu stress.

Job searching or career planning. Usia dewasa dikaitkan pula dengan karir dan pekerjaan. Kebanyakan individu dewasa muda masih ragu dan bimbang menentukan karir apa yang akan dipilih. Bahkan ketika sudah menetapkan pilihan pun, masih harus berjuang untuk mencari tempat dan posisi pekerjaan yang tentu penuh persaingan.

Finance. Ketika hidup menjadi seorang dewasa, individu juga dituntut untuk bisa mencari dan memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Tentu hal ini sangat berkaitan dengan kemampuan individu dalam hal keuangan. Ini perlu diperhatikan karena ketidakstabilan finansial seringkali memperumit keadaan.

Living alone for the first time. Bagi mereka yang belum memiliki pasangan, hidup sendiri adalah realita yang harus dihadapi. Tentu ini bukan hal yang mudah karena menuntut diri agar lebih mandiri menghadapi segala kesulitan.

Social media. Adanya realita kesulitan hidup seringkali diperparah dengan efek sosial media yang kebanyakan berisi hal-hal yang memperlihatkan pencapaian dan kesuksesan orang lain. Sehingga membuat diri menjadi rendah diri, self esteem rendah, dan putus asa.

Menjadi dewasa memang penuh tantangan dan kesulitan, tetapi itu tidak berarti bahwa hal tersebut tidak bisa diatasi. Maka perlu untuk melatih dan membiasakan diri agar berpikir dan menyikapi segala masalah dengan “dewasa” pula. Dengan demikian, menjadi dewasa bukan lagi sesuatu yang harus ditakuti. Malah, itu bisa menjadi ajang bagi diri untuk berimprovisasi, menjadi pribadi yang lebih baik. Meskipun tidak mudah, tapi semuanya pasti bisa dilalui.

Zamilatul Anisa

PERSMA ERYTHRO FK UNS

(Widi Agustian)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Edukasi lainnya