JAKARTA - Demam berdarah saat ini masih cukup banyak ditemukan di Indonesia. Hal ittu terjadi, umumnya karena faktor lingkungan yang tidak bersih. Sehingga nyamuk dan sumber penyakit lainnya bersarang di tempat tersebut.
Oleh karena itu, perguruan tinggi negeri hingga industri farmasi melakukan riset tentang pencegahan dan penyebaran penyakit tersebut. Kemudian hasil riset itu menghasilkan terciptanya alat yang dapat memprediksi, jika seseorang terkena demam berdarah berupa kit diagnostik.
Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes), Dante Saksono Harbuwono mengatakan, bahwa pihaknya mendorong hasil riset yang selama ini telah dilakukan oleh perguruan tinggi nantinya dapat digunakan oleh fasilitas kesehatan (faskes).
Ia juga mengapresiasi, dengan diluncurkannya kit diagnostik demam berdarah dengue (DBD). Di mana hal ini menunjukan, bahwa hasil riset bukan hanya sekadar dari jurnal, tapi juga produk yang bisa siap dipakai oleh faskes.
Lebih lanjut, kata dia, kit diagnostik itu bersifat praktis, mudah digunakan dan juga terjangkau. Selain itu hal tersebut juga hasil dari kolaborasi yang kuat, yakni antara perguruan tinggi, praktisi klinis dan industri.
"Ini produk dalam negeri. Saya berharap, produk ini dapat diproduksi secara massal," katanya saat peluncuran kit diagnostik DBD yang digelar secara virtual, Selasa (06/09/2022).
Semenatara itu, Ketua Tim Peneliti, Beti Ernawati mengatakan bahwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) meluncurkan alat tes diagnostik dini dan cepat DBD, yakni rapid diagnostic test (RDT) protein NS-1.
Alat tes cepat itu merupakan hasil penelitian dari lintas program studi UI, yakni Beti Ernawati Dewi, Leonard Nainggolan, Fithriyah, Andriansjah Rukmana, Evy Suryani, dan Hidayati Desti.
"Infeksi akibat gigitan nyamuk itu sering terlambat untuk dikenali, karena gejala klinis tidak spesifik. Penatalaksanaan infeksi virus dengue di awal infeksi sebelum masuk fase kritis akan menurunkan risiko kematian pasien," terangnya.
Untuk itu dengan alat tersebut ia mengklaim, dapat mengidentifikasi adanya virus dengue, sehingga dapat segera dilakukan fogging untuk memutus mata rantai penyebaran virus tersebut.
(Natalia Bulan)