“Bila penurunan konsumsi beras per kapita sesuai Pola Pangan Harapan ini dapat direalisasiakan, maka Indonesia semakin mandiri pangan. Bahkan sangat dimungkinkan dalam jangka panjang Indonesia mampu menjadi eksportir beras yang memberi makan dunia. Syaratnya, intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi pangan berbasis pangan lokal harus berhasil, dan petani harus sejahtera,” terangnya lebih lanjut.
Intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian lahan marjinal seperti lahan rawa, lahan eks tambang, lahan pasang surut, dan lahan dengan salinitas tinggi menurutnya perlu dicarikan terobosan teknologi. "Pada saat yang sama juga penting untuk menekan laju konversi lahan sawah produktif," imbuhnya.
Upaya peningkatan ketersediaan pangan tersebut, sebutnya, juga dapat dimaksimalkan melalui penurunan food loss and waste pada level on-farm, off-farm, hingga konsumen.
"Di sinilah pertanian presisi diperlukan untuk menekan food loss, dan perubahan perilaku konsumen untuk menekan food waste," ungkapnya.
Dikatakannya, ke depan, untuk membangun sistem pangan yang resilien atau tangguh diperlukan pendekatan 4 betters (FAO), yaitu better production, better nutrition, better environment dan better life.
"Sistem pangan yang tangguh tidak mudah terguncang oleh dinamika geopolitik, perubahan iklim maupun oleh ancaman bencana alam/non alam serta bencana buatan manusia. Untuk itu kita harus memiliki, pertama, perencanaan pangan yang baik di tingkat nasional maupun daerah. Kedua, sistem cadangan pangan dan logistik yang tangguh. Ketiga, kemampuan recovery cepat pasca terjadinya aneka guncangan, " jelasnya.