Lebih lanjut, kasus self-harm yang sampai harus dibawa ke UGD meningkat 188% pada anak perempuan, dan 48% pada anak laki-laki. Ironisnya, fenomena ini paling banyak terjadi pada kelompok usia 10-14 tahun, usia yang seharusnya masih penuh dengan permainan dan eksplorasi diri.
Rhenald menjelaskan, anak laki-laki biasanya melarikan diri ke dunia gaming, sedangkan anak perempuan cenderung terjebak dalam perasaan-perasaan salah satunya dari tekanan sosial di media digital.
“Mereka hidup dalam dunia maya yang penuh perbandingan, komentar, dan ekspektasi sosial yang membuat mereka semakin rapuh,” ujarnya.
Mengutip riset Jonathan Haidt, Rhenald menyebutkan bahwa kondisi ini sebagai krisis global masa kanak-kanak. Perubahan gaya hidup dan teknologi telah “menyambungkan ulang” otak anak-anak secara berbeda dibanding generasi sebelumnya, menciptakan gelombang kecemasan dan isolasi sosial yang belum pernah terjadi sebelumnya.
(Rani Hardjanti)