JAKARTA - Presiden AS Donald Trump bakal mendeportasi mahasiswa non-warga negara yang ikut serta dalam protes pro-Palestina. Hal ini sebagai upaya memerangi antisemitisme di kampus.
"Kepada semua penduduk asing yang bergabung dalam protes pro-jihadis, kami memberi tahu, mulai tahun 2025, kami akan menemukan dan kami akan mendeportasi Anda," tegas Trump, dilansir dari Reuters, Jumat (31/1/2025).
Selain itu, Trump juga segera membatalkan visa pelajar semua simpatisan Hamas di kampus-kampus, yang telah dipenuhi dengan radikalisme seperti yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kelompok hak asasi manusia dan sarjana hukum menilai tindakan tersebut melanggar hak kebebasan berbicara konstitusional dan kemungkinan akan menimbulkan gugatan hukum.
"Amandemen Pertama melindungi semua orang di Amerika Serikat, termasuk warga negara asing yang belajar di universitas-universitas Amerika," kata Pengacara Senior Knight First Amendment Institute di Universitas Columbia, Carrie DeCell.
"Mendeportasi non-warga negara atas dasar pidato politik mereka akan menjadi inkonstitusional," sambungnya.
Sebuah kelompok advokasi Muslim, Dewan Hubungan Amerika-Islam akan mempertimbangkan menantang perintah tersebut di pengadilan jika Trump mencoba menerapkannya.
Serangan Hamas dan serangan Israel di daerah kantong pesisir Palestina di Gaza menyebabkan protes pro-Palestina yang mengguncang kampus-kampus AS. Kelompok hak-hak sipil mendokumentasikan lonjakan kejahatan dan insiden kebencian yang ditujukan kepada orang Yahudi, Muslim, Arab, dan orang-orang lain keturunan Timur Tengah.
Perintah tersebut mengharuskan para pemimpin lembaga dan departemen untuk memberikan rekomendasi kepada Gedung Putih dalam waktu 60 hari mengenai semua otoritas pidana dan perdata yang dapat digunakan untuk melawan antisemitisme, menurut lembar fakta tersebut.
Perintah tersebut menyerukan inventarisasi dan analisis semua kasus pengadilan yang melibatkan sekolah K-12, perguruan tinggi, dan universitas serta dugaan pelanggaran hak-hak sipil yang terkait dengan protes kampus pro-Palestina, yang berpotensi mengarah pada tindakan untuk mengusir "mahasiswa dan staf asing."
Banyak pengunjuk rasa pro-Palestina membantah mendukung Hamas atau terlibat dalam tindakan antisemit, dengan mengatakan bahwa mereka berdemonstrasi menentang serangan militer Israel di Gaza, tempat otoritas kesehatan mengatakan lebih dari 47.000 orang telah tewas.
Direktur Eksekutif Arab American Institute, Maya Berry, mengatakan kelompok tersebut sangat terganggu oleh adanya dugaan pencampuran kritik terhadap Israel dengan antisemitisme. Berry mengatakan perintah tersebut akan berdampak buruk pada kebebasan berbicara di seluruh AS.
(Feby Novalius)