JAKARTA - Bullying semakin meresahkan terutama di kalangan pelajar. Pola asuh orangtua bisa membentuk karakter dan mental anak, salah satunya menjadi korban atau pelaku bullying.
Dilansir dari data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) an Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Kamis (9/11/2023), sepanjang tahun 2022 tercatat terjadi 226 kasus bullying. Ini membuktikkan bahwa fenomena ini masih marak terjadi.
BACA JUGA:
Psikolog Klinis Anak Samanta Elsener, anak yang memiliki kemampuan regulasi diri sendiri dan soft skill yang terasah cenderung tidak mudah menjadi korban bullying. Hal itu sangat dipengaruhi oleh pola asuh.
“Balik lagi ke soft skillnya. Kalau soft skill mereka sudah terstimulasi dengan baik, mau mereka dibully nggak akan merasa terintimidasi,” jelas Samanta kepada Okezone.com di acara CURIOOkids, Jumat (10/11/2023).
BACA JUGA:
Maka, kata dia, peran orangtua untuk menstimulasi soft skill anak sejak bayi agar nantinya anak memiliki karakter yang kuat. Anak yang lahir di keluarga yang berfungsi dengan baik, memiliki potensi yang sangat minim menjadi korban maupun pelaku bully. Jadi, preventif bullying dimulai dari rumah sendiri.
Orangtua harus memberikan contoh untuk tidak membully atau mengintimidasi anak. Salah satunya jika orangtua terlalu kasar atau main tangan.
“Jadi kalau orangtua masih nyubit, teriak teriak ke anak, atau mukulin anaknya ya di luar anaknya bisa aja jadi korban atau pelaku juga,” ungkap psikolog anak ini.