JAKARTA - Mahasiswa Universitas Brawijaya menganalisis data yang diperoleh dari praktik pesugihan di Gunung Kawi. Mereka mengaitkannya dengan temuan awal menunjukkan keterkaitan yang signifikan antara ritual pesugihan Gunung Kawi dan kondisi psikologis pelakunya.
Meskipun demikian, penting untuk dicatat bahwa proses diagnosis resmi dari para ahli seperti psikiater atau psikolog masih diperlukan untuk memverifikasi gangguan mental yang dialami. Andini Laily Putri, mahasiswa Psikologi dari Universitas Brawijaya, menekankan dugaan sementara atau hipotesa dari pelaku ritual di Gunung Kawi erat kaitannya mengalami kondisi psikis, yang membuat halusinasi.
BACA JUGA:
“Ritual pesugihan Gunung Kawi erat kaitannya dengan kondisi psikis pelaku, bahkan kerabat terdekat pelaku turut mengalami halusinasi," ucap Andini dikutip Rabu (24/10/2023).
Mereka meneliti dari sudut pandang psikologis. Temuan ini juga dapat menjadi dasar untuk mengembangkan strategi rehabilitasi bagi pelaku pesugihan Gunung Kawi. Penelitian ini, mencoba membuka wawasan pada topik yang masih dianggap tabu di Indonesia, juga merupakan kontribusi berharga dari mahasiswa UB.
BACA JUGA:
Diprotes
Dampak dari penelitian tersebut, pihak yayasan mengirimkan surat somasi terbuka ke Universitas Brawijaya. Sebab ada beberapa substansi yang dinilai merugikan masyarakat di Desa Wonosari, dan pengelola Pesarean Gunung Kawi. Pasca surat terbuka itu, kedua belah pihak melalui Bagian Hukum Universitas Brawijaya dan yayasan diwakili oleh Juru Bicara Yayasan Ngesti Gondo, telah bertemu.
Pertemuan pun dilanjutkan dengan menghadirkan para peneliti lima mahasiswa dengan pihak yayasan, dengan mengundang para Muspika Kecamatan Wonosari, pemerintah desa setempat, dan beberapa tokoh masyarakat di Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang.
Di sisi lain Kepala Divisi Hukum (Kadiv) Hukum Universitas Brawijaya Haru Permadi menyatakan, informasi yang beredar pasca penelitian ini memang terjadi kesalahpahaman, sebab lokasi penelitian terjadi di Keraton Gunung Kawi. Apalagi secara informasi pada mahasiswa belum maksimal memberikan informasi secara terbuka dan penelitiannya belum selesai secara menyeluruh.
"Bisa jadi kesalahpahaman dalam pemberitaan yang dituangkan, atau pemberian informasi yang belum maksimal oleh mahasiswa, karena karyanya belum dipublikasikan secara resmi oleh mereka, sehingga belum komprehensi penelitiannya dan kesimpulannya," ucap Haru Permadi.
BACA JUGA:
Dari penelitian itu, pihaknya juga telah melakukan pertemuan dengan Yayasan Ngesti Gondo selaku pengelola Pesarean Gunung Kawi untuk menjelaskan duduk perkaranya. Dari hasil pertemuan itulah disepakati beberapa hal, salah satunya mencantumkan lokasi spesifik penelitian di Keraton Gunung Kawi.
"Penelitian tetap jalan, tapi misalnya ada data yang diambil tidak valid, tidak benar itu yang akan direvisi. Sebenarnya permintaan pemfokusan lokasi yang diteliti," kata Haru.
(Marieska Harya Virdhani)