SURABAYA - Wakil Gubernur Jawa Timur (Jatim) Emil Elestianto Dardak menyebut, ada delapan poin yang dapat digunakan untuk mengukur kompetensi seorang guru.
Di antaranya tujuan, pengambilan keputusan, menginisiasi tindakan, membangun relasi kerja yang positif, pembinaan, pembelajaran berkelanjutan, ketangguhan, dan kematangan etika.
Hal tersebut disampaikan Emil saat menghadiri sebuah acara di Surabaya, Minggu (20/11/2022).
Emil itu mengatakan, delapan poin tersebut perlu dikembangkan para guru. Meskipun tidak ada pakem untuk memberikan pembelajaran yang menginspirasi.
Hanya saja, meningkatkan skill merupakan suatu hal yang mutlak dilakukan oleh semua guru.
"Zaman sudah berubah, tidak ada pakem untuk menjadi guru yang menginspirasi. Tapi jangan sampai guru 20 tahun yang lalu sama dengan yang sekarang. Makanya upgrading skill untuk guru itu mutlak," ujarnya.
Emil mengatakan, untuk dapat mengembangkan kompetensi, seseorang harus dapat mengenali dirinya sendiri. Sebab, kemampuan guru hanya dapat dimaksimalkan dengan gaya pengajaran yang cocok dengan dirinya.
"Masa depan menuntut team player, guru juga begitu. Pernah gak diskusi dengan guru mapel lain untuk membangun sebuah strategi? Untuk menangani murid, kerjasama dengan guru lain. Ini akan lebih mudah," ucapnya.
Emil kemudian mengatakan, guru juga harus bisa menghindari low class energy. Yang mana, itu merupakan model pembelajaran yang hanya berlangsung satu arah dan tidak bisa mempertajam berpikir kritis siswa.
Pasalnya, terang Emil, ada satu hal yang menjadi standar sekolah-sekolah terbaik dunia yaitu kebiasaan diskusi para peserta didiknya.
"Dulu saat saya sempat belajar di Harvard, Oxford, dan MIT, kami hanya diterangkan teori sekitar 10 menit. Setelahnya kami disuruh berdiskusi. Duduknya dibuat melingkar untuk memudahkan diskusi," imbuh Emil.
Lebih jauh, mantan Bupati Trenggalek itu berpesan agar para guru tidak lagi hanya fokus pada salah tidaknya suatu jawaban, tapi pada kemampuan anak menyampaikan pendapat dan berargumen.
Sambil berkeliling mengitari meja-meja peserta, Emil menunjukkan secara langsung perbedaan penyampaian teori jika guru berada di tengah siswa dan terlibat dalam diskusi.
"Posisi guru yang berada di tengah meja-meja murid itu fungsinya bukan sekedar kasih tahu, tapi menjadi fasilitator untuk anak-anak itu berpikir. Percaya sama saya, sepintar-pintarnya guru, nggak ada yang bisa ngalahin Google. Tapi peran guru sebagai fasilitator tidak bisa digantikan oleh Google," pungkasnya.
(Natalia Bulan)