 
                
YOGYAKARTA - Pengadaan seragam di DIY memang mendapat banyak sorotan. Terlebih Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY pernah mengungkapkan sekolah-sekolah di wilayah ini mengantongi untung lebih dari Rp 10 Miliar dalam setiap pengadaan seragam.
Kali ini, gegara persiapan seragam seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkab Kulon Progo mengaku mendapat intimidasi dari pihak sekolah di mana anaknya terdaftar. Bahkan dia juga mengaku sempat disekap.
ASN tersebut adalah Agung Purnomo, lelaki ini juga salah satu wali murid SMA Negeri 1 Wates.
Dia mengaku mendapatkan intimidasi oleh oknum Satpol-PP Kulon Progo dan pihak sekolah usai melancarkan kritik terkait dengan pengadaan seragam sekolah.
Agung mengatakan peristiwa yang menimpanya tersebut bermula ketika dirinya mempertanyakan kualitas seragam yang disediakan oleh sekolah.
Seragam milik anaknya yang didapat dari sekolah ternyata sudah robek, padahal seragam tersebut baru ia terima. Pertanyaannya tersebut muncul karena ia harus menebus seragam tersebut dengan harga yang tidak murah.
"Saya sudah membayar cukup mahal. Dan sepertinya tak sebanding dengan kualitas yang diberikan. kenapa dengan uang Rp1,/-1,8 juta cuma mendapat bahan semacam ini? Hanya itu pertanyaan saya," kata Agung
Setelah itu, ia justru mendapat pemanggilan oleh Satpol-PP Kulon Progo melalui telpon. Ada oknum Satpol-PP Kulonprogo yang memintanya datang ke ruangan Kasat Pol-PP.
Kala itu ia tidak curiga pemanggilan tersebut. Awalnya dia berpikir jika pemanggilan tersebut berkaitan dengan pekerjaan kedinasan.
Terlebih pemanggilan tersebut dilakukan pada jam kerja dan di ruangan milik Pemkab.
"Saya datang. Di dalam udah ada Kasat (Pol PP). Kemudian datang Kepala Sekolah SMAN 1 Wates bersama Waka Sarpras dan Waka Kesiswaan. Beberapa saat kemudian hadir juga Komite sekolah dan Perwakilan POT (Paguyuban Orang Tua)," terangnya.
Di dalam ruangan sudah ada Kasat Pol PP setempat, disusul kemudian Kepala Sekolah SMAN 1 Wates, didampingi Waka Sarpras dan Waka Kesiswaan. Lantas disusul Komite SMAN 1 Wates serta dua perwakilan Paguyuban Orang Tua (POT).
Saat itu ia dicecar pertanyaan apa motivasi dan motif menanyakan pengadaan seragam di sekolah ini.
Kemudian intimidasi berlanjut, ketika Agung ditanya apakah sudah melaporkan kasus ini ke pihak lain.
Beberapa saat kemudian tensi di ruangan makin memanas. Beruntung salah satu komite SMAN 1 Wates yang ada di sana berhasil menenangkan situasi. Kemudian, Agung sempat meminta keluar ruangan tapi tak diperbolehkan.
"Pada saat itu saya sudah sangat ketakutan. Saya hanya bisa terdiam,"kata dia.
"kamu enggak akan bisa keluar sebelum kamu memberikan jawaban apa yang sebenarnya terjadi dan motif kamu apa begitu,” tambahnya menirukan salah satu oknum Sat Pol PP ketika dirinya meminta waktu untuk keluar ruangan.
Kepala Sekolah SMAN 1 Wates, Aris Suwasana membantah adanya penyekapan dan intimidasi tersebut.
Menurutnya hal tersebut terlalu berlebihan karena fakta yang terjadi memang tidak ada penyekapan ataupun intimidasi.
Menurutnya orang tua wali bersangkutan datang sendiri untuk menyampaikan pendapat. Terjadi diskusi untuk menyelesaikan permasalahan. Dan kala itu diskusi berjalan dengan baik.
"Sepemahaman saya tidak ada pemaksaan, diskusi berjalan dan hingga akhirnya pak AP pamit untuk menjenguk saudara di rumah sakit dan dipersilakan," ujarnya.
Setelah dilaporkan, pihak sekolah juga siap untuk mempertanggungjawabkan tentang apa yang dilaporkan.
Pastinya untuk seragam yang menentukan adalah POT atas kesepakatan seluruh orang tua wali murid.
"Kami berharap, kondisi yang terjadi saat ini tidak mempengaruhi proses belajar mengajar siswa di SMA N 1 Wates. Kami siap berdiskusi dan yang paling utama kami ingin menyelamatkan aset SMA N 1 Wates, yang tidak lain adalah peserta didik," harapnya.
Terkait pengadaan seragam, Aris menandaskan jika hal tersebut sudah menjadi kewenangan POT dan orang tua wali.
Untuk pengadaan seragam ia berpedoman dengan Permendikbud No 45 tahun 2014 khususnya Bab 4 Pasal 4 ketika pengadaan seragam itu diusahakan wali peserta didik, tidak boleh dikaitkan dengan PPBD atau kenaikan kelas, sesuai dengan Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga.
"Artinya saya mewakili sekolah memberikan kebebasan kepada orang tua untuk masalah seragam ini, tidak mewajibkan,"terangnya.
Ia menambahkan terbentuknya POT untuk menyamakan pendapat saja.
Sekolah sejauh ini juga hanya memfasilitasi tempat atau ruang pertemuan untuk membahas seragam itu.
Terpisah, anggota Pengurus POT SMA Negeri 1 Wates Nurhadiyanto mengklaim tidak ada penyekapan dan intimidasi.
Komplain baru muncul pada 19 Agustus 2022, setelah ada salah satu siswa yang celananya terkena knalpot dan celana tersebut bolong atau rusak, orang tua wali menilai bahan yang dipilihkan oleh POT mudah rusak.
Sehari setelah kejadian, tanggal 20 Agustus 2022, orang tua yang bersangkutan diantar ke toko untuk minta penjelasan.
Pihaknya kemudian memberi garansi 1 tahun untuk kerusakan akibat dicuci atau disetrika.
Komplain muncul lagi tanggal 23 September 2022, Ketua POT kembali didatangi lima orang tua siswa yang mengaku kecewa dengan pengadaan seragam.
POT kembali menawarkan diri jika ada yang kecewa atau kurang puas dengan kualitas seragam bisa melakukan komplain ke toko.
'Tetapi kali ini, satu dari lima orang tua wali siswa angkat bicara sebagai penyidik (PPNS) dan memiliki bukti-bukti," ujar dia.
Tuduhan kemudian dilayangkan ke POT yang dengan sengaja telah merancang pengadaan seragam untuk menikmati selisih harga dari hasil perbandingan yang dilakukan oleh yang bersangkutan.
Ia menjelaskan pengadaan seragam tersebut juga sudah melalui kesepakatan seluruh orang tua siswa. Termasuk juga toko penyedia seragam adalah toko langganan SMAN 1 Wates.
"Toko itu dinilai memiliki reputasi yang baik dan bisa dipercaya oleh POT. Selama ini menjadi jujugan sekolah-sekolah di DIY dan Jawa Tengah. Itu menjadi salah satu dasar kami (POT) memutuskan untuk belanja bahan seragam disana," ucapnya.
Soal kualitas barang dan dan harga-harga seragam juga transparan karena sudah disampaikan dan dikomunikasikan kepada seluruh orang tua wali dalam rapat yang difasilitasi pihak sekolah.
Orangtua wali yang sepakat dipersilakan mengisi blanko pemesanan pembelian.
"Dari total 252 anak (orang tua,red) yang ikut pembelian seragam bersama POT sebanyak 240 orang. Pihak sekolah hanya memfasilitasi tempat penyimpanan seragam dan ruang pertemuan dengan wali murid. Sebab kami (POT) tidak memiliki tempat," jelasnya.
(Natalia Bulan)