Rhenald Kasali Ungkap 2 Solusi Generasi Cemas, yang  Rentan Berniat Bunuh Diri 

Rani Hardjanti, Jurnalis
Sabtu 08 November 2025 18:31 WIB
Rhenald Kasali Ungkap 2 Solusi Generasi Cemas, yang Rentan Berniat Bunuh Diri. (Foto: UI)
Share :

JAKARTA - Fenomena generasi cemas kini menjadi sorotan global. Dampaknya tidak main-main, yakni meningkatnya angka niat bunuh diri pada anak-anak usia 10-14 tahun hingga di atas 150%. 

Secara sederhana, generasi cemas merujuk pada kelompok anak-anak dan remaja modern yang tumbuh di era digital dan mengalami peningkatan signifikan dalam gangguan mental seperti kecemasan (anxiety), depresi, stres sosial, serta perilaku menyakiti diri sendiri (self-harm).

Hal itu terungkap dalam buku The Anxious Generation: How the Great Rewiring of Childhood Is Causing an Epidemic of Mental Illness karya Jonathan Haidt. 

Niat untuk mengakhiri hidup atau self-harm meningkat 167% pada anak perempuan dan 91% pada anak laki-laki. Kasus depresi dan kecemasan meningkat 134%, sedangkan depresi berat naik 106%. Lebih lanjut, kasus self-harm yang sampai harus dibawa ke UGD meningkat 188% pada anak perempuan, dan 48% pada anak laki-laki

Untuk menghadapi fenomena generasi cemas, Profesor Rhenald Kasali menekankan perlunya aksi nyata dari negara, sekolah, dan orangtua. Menurutnya, krisis ini tidak bisa diatasi hanya dengan nasihat moral, tetapi perlu kebijakan dan perubahan sistemik.

“Negara harus menegakkan aturan agar anak-anak sekolah tidak menggunakan smartphone setidaknya sampai jenjang SMP,” tegas Rhenald. 

Dia juga mendorong pembatasan akses media sosial untuk anak-anak karena platform tersebut rawan terhadap cyberbullying dan tekanan sosial yang memicu kecemasan.

 

Selain kebijakan, Rhenald menilai pentingnya mengembalikan masa kecil anak-anak ke dunia nyata. Dunia kini beralih dari free play, bermain bebas di lapangan dan alam, menjadi phone-based play, di mana anak lebih banyak berinteraksi melalui layar. Akibatnya, ruang bermain kian terbatas, dan anak kehilangan kesempatan belajar empati, kerja sama, dan kemampuan sosial dasar.

Dalam buku Jonathan Haidt, disebutkan empat kerusakan mendasar (foundational harms) akibat gaya hidup digital, yakni 

1. Social deprivation : anak kehilangan interaksi sosial tatap muka.
2. Sleep deprivation : paparan layar sebelum tidur menurunkan kualitas tidur.
3. Attention fragmentation : anak kehilangan kemampuan fokus panjang.
4.  Addiction and dependency : ketergantungan terhadap smartphone, gim, dan media sosial.

Rhenald memberikan solusi agar sekolah menyediakan ruang bermain terbuka, dan guru menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan. Sementara orang tua perlu mendampingi anak agar tidak terjebak dalam ketergantungan digital.

“Kalau kita tidak hati-hati, mereka akan kehilangan masa kecilnya, dan itu berarti kehilangan fondasi kemanusiaan yang paling penting,” tutur Rhenald. 

Dia menegaskan, membangun generasi tangguh di era digital hanya bisa dilakukan jika seluruh pihak bekerja sama mengembalikan keseimbangan antara dunia maya dan dunia nyata.

(Rani Hardjanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Edukasi lainnya