JAKARTA – Terjadinya peningkatan kasus pneumonia ‘misterius’ di China, tepatnya Tiongkok Utara, membuat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menerbitkan surat edaran terkait kewaspadaan terhadap penyakit baru tersebut kepada seluruh jajarannya. Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), telah terjadi peningkatan kasus yang disebabkan bakteri mycoplasma pneumoniae di Tiongkok Utara sebesar 40 persen sejak Mei 2023.
Melansir dari laman resmi Kemenkes RI, Rabu (29/11/2023), surat edaran yang terbit pada tanggal 27 November 2023 ini ditujukkan kepada seluruh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Direktur/Kepala Rumah Sakit, Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan dan Kepala Puskesmas di Indonesia terkait kewaspadaan menyebarnya Mycoplasma Pneumonia di Indonesia. Dalam surat edarannya tersebut, Kemenkes RI menghimbau para jajarannya untuk melakukan pengetatan pada pintu-pintu kedatangan warga negara asing (WNA) seperti pelabuhan dan bandara, terutama WNA yang berasal dari negara terjangkit.
BACA JUGA:
Apa itu pneumonia?
Pneumonia sendiri adalah peradangan pada kantung udara di paru-paru, yang dapat berisi cairan. Gejala ketika seseorang mengalami pneumonia seperti batuk kering atau batuk berdahak serta mengalami kesulitan ketika bernapas. Menanggapi hal tersebut, juru bicara Komisi Kesehatan Nasional China, Mi Feng, mengatakan bahwa pemerintah Tiongkok sedang berupaya untuk membuka lebih banyak klinik.
“Upaya harus dilakukan untuk meningkatkan pembukaan klinik dan area perawatan yang relevan, memperpanjang jam layanan dan meningkatkan pasokan obat-obatan, ujar Mi Feng yang dikutip melalui Sky News, Rabu (29/11/2023).
BACA JUGA:
Melansir dari Reuters, Brian McCloskey, pakar kesehatan masyarakat yang juga menjadi penasihat WHO mengatakan tidak perlu ada kepanikan kepada seluruh masyarakat dunia terkait menghadapi penyebaran penyakit ini. “Saya tidak akan menekan tombol panik pandemi berdasarkan apa yang kita ketahui sejauh ini, namun saya akan sangat tertarik untuk melihat tanggapan WHO dari Tiongkok dan melihat penilaian WHO setelahnya,” ujarnya.