JAKARTA - Kemendikbudristek kini tengah memproses pengembalian satu keris Puputan Klungkung. Keris Klungkung sendiri memiliki nilai historis yang sangat tinggi. Benda ini menjadi saksi bisu pertempuran Kerajaan Klungkung melawan kolonialisme pada tahun 1908.
Selain keris Puputan Klungkung, Kemendikbudristek juga mengupayakan pengembalian 132 karya seni Pita Maha, dan 335 koleksi khasanah Puri Cakranegara Lombok. Baru-baru ini,
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim, menyambut kembalinya empat arca peninggalan Kerajaan Singasari dari Belanda ke Tanah Air di Museum Nasional Indonesia, pada Selasa (22/8/2023). Keempat arca tersebut merupakan bagian dari 472 artefak berharga hasil proses pemulangan kembali atau repatriasi benda sejarah dan budaya dari Belanda ke Indonesia.
“Masih dalam semangat kemerdekaan, masyarakat Indonesia patut berbangga atas hasil perjuangan kita bersama selama kurang lebih dua setengah tahun untuk mengembalikan benda sejarah dan budaya milik bangsa ini kembali ke Tanah Air,” kata Mendikbudristek dalam keterangan resmi kepada Okezone, dikutip Kamis (24/8/2023).
Upaya repatriasi ini telah dimulai Kemendikbudristek sejak tahun 2021 dan secara resmi disepakati kedua negara pada 10 Juli 2023 lalu. Pemerintah Indonesia dalam seremoni kesepakatan tersebut diwakili oleh Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Hilmar Farid.
BACA JUGA:
“Pemulangan ratusan benda yang membentuk sejarah peradaban bangsa ini saya harap dapat meningkatkan semangat nasionalisme dan menambah khazanah ilmu pengetahuan kita. Hal ini sejalan dengan semangat Merdeka Belajar dan Merdeka Berbudaya yang senantiasa kita dorong,” ujar Nadiem.
“Saya sudah cek langsung kondisi keempat arca Singasari dan mengarahkan tim saya agar menjaga dan merawatnya dengan baik. Begitupun dengan ratusan benda hasil repatriasi yang secara bergelombang akan ‘pulang’" katanya.
Hal tersebut ditekankan Mendikbudristek karena selain sebagai sumber ilmu pengetahuan untuk jangka panjang, dirinya ingin dalam jangka pendek ini masyarakat dapat melihat artefak-artefak berharga tersebut dalam bentuk pameran. Nadiem juga mengapresiasi seluruh pihak yang terlibat dalam upaya repatriasi.
“Apresiasi saya yang setinggi-tingginya kepada Ibu Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan tim Kemenlu, Pemerintah Kerajaan Belanda, tim repatriasi, dan para petugas yang memastikan benda-benda ini kembali ke Tanah Air dengan selamat,” tutur Nadiem.
Mengenal Keris Klungkung
Keris Klungkung sendiri memiliki nilai historis yang sangat tinggi. Benda ini menjadi saksi bisu pertempuran Kerajaan Klungkung melawan kolonialisme pada tahun 1908. Akibat peperangan itu, Raja serta pengikutnya tewas. Berakhirnya peperangan ini, maka berakhir pula ekspedisi yang dilakukan oleh KNIL sejak tahun 1846 di Bali.
Paska peperangan, ada banyak benda-benda pusaka yang dirampas oleh pihak penjajah, salah satunya Keris Puputan Klungkung. Keris ini kemudian menjadi salah satu koleksi Museum Etnologi Belanda pada tahun 1956. Adapun ciri-ciri dari keris ini yaitu bermaterialkan logam besi, nikel, kayu, batu permata, emas, dan gading dengan ukuran panjang 67,5 cm, panjang bilah 54 cm, panjang gagang 13,5 cm, serta panjang warangka (sarung keris) 54 cm.
BACA JUGA:
Pamor keris ini dapat dilihat melalui bilahnya yang bergelombang. Proses penempaan besi dan logam yang mengandung nikel juga menjadikan keris ini memiliki pola berwarna abu-abu. Tak hanya itu keris ini juga dihiasi oleh batu mulia, yakni enam buah pada bilah dan gagang serta 24 buah pada gagangnya. Dilansir dari laman resmi pemerintah Kabupaten Klungkung, sebelum pengembalian Keris Puputan Klungkung, Puri Agung Klungkung telah terlebih dahulu menerima hibah senjata pusaka dari yayasan yang berbasis di Belanda, yakni Westerlaken Foundation.
Senjata tersebut berupa mata tombak sekaligus sarungnya, keris ukiran naga, dan pisau dengan ujung emas yang telah diserahkan pada 28 April 2020 lalu. Penyerahan hibah ini bertepatan dengan hari Puputan Klungkung ke-112.
(Marieska Harya Virdhani)