Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Gempa Bumi Megathrust, Pengertian hingga Prosesnya yang Mengerikan

Rani Hardjanti , Jurnalis-Kamis, 17 Oktober 2024 |14:25 WIB
Gempa Bumi Megathrust, Pengertian hingga Prosesnya yang Mengerikan
Gempa Megathrust pengertian hingga
A
A
A

JAKARTA - Indonesia terletak di zona seismik paling aktif di dunia. Situasi itu membuat Indonesia pada wilayah yang rentan gempa bahkan tsunami.

Bagaimana proses gempa itu terjadi secara ilmiah hingga dampaknya menjadi penting untuk diketahui. Menurut Penyelidik Bumi Utama PVMBG Badan Geologi Kementerian ESDM Supartoyo.

Apa Itu Megathrust?

Zona Megathrust merupakan tempat pertemuan/ interaksi antar lempeng, khususnya yang bersifat tumbukan (convergent). Apabila interaksi tersebut melibatkan dua lempeng yang berbeda, yaitu lempeng benua dan samudera disebut subduksi, sedangkan apabila interaksi antara lempeng sejenis disebut kolisi.

Zona subduksi terbentuk akibat tumbukan antara dua lempeng yang berbeda massa jenis, yaitu lempeng benua dan lempeng samudera. Ciri khas proses subduksi adalah terbentuknya magma pada kedalaman sekitar 150 km hingga 200 km, kemudian menerobos ke permukaan bumi dan muncul sebagai gunungapi. Adapun mekanisme kolisi tidak demikian.

Dua Jenis Megathrust

Ada dua jenis Megathrust, yaitu megathrust dengan kedalaman penunjaman sekitar kurang dari 50 km dan intraslab atau zona Benioff, dengan kedalaman penunjaman sekitar lebih dari 50 km.

Gempa bumi bersumber dari megathrust berpotensi menghasilkan gempa bumi dengan kekuatan besar, yaitu magnitudo lebih dari 8 sehingga berpotensi terjadi tsunami.

Isu tentang gempa bumi megathrust dan potensi terjadinya tsunami yang saat ini muncul, sebelumnya telah muncul berkali-kali, antara lain tahun 2004, 2018, 2022 dan terakhir 2024.

Isu tersebut berkembang menjadi kekhawatiran dan keresahan masyarakat, karena kurangnya pemahaman masyarakat dalam menerima informasi tersebut.

Semestinya data dan informasi tersebut dijadikan pedoman untuk meningkatkan upaya mitigasi gempa bumi dan tsunami.

Zona penunjaman merupakan sumber gempa bumi utama di Indonesia yang membentang mulai dari barat Pulau Sumatera, selatan Jawa hingga Bali dan Nusa Tenggara, laut Banda, utara Papua, utara Sulawesi, timur Sulawesi Utara dan barat Halmahera.

Zona penunjaman yang membentang di barat Pulau Sumatera, selatan Jawa hingga Bali dan Nusa Tenggara dikenal sebagai Busur Sunda. Berdasarkan catatan Badan Geologi (BG) selama tahun 2022 telah terjadi beberapa kejadian gempa bumi di selatan Banten dan Jawa Barat yang berkaitan dengan aktivitas pada zona penunjaman (megathrust dan intraslab).

Zona Megathrust Busur Sunda. Terletak di selatan Jawa saat ini cukup aktif yang dibuktikan dengan sering terjadi gempa bumi. Gaya tektonik yang bekerja pada zona megathrust tentu akan terjadi penumpukan energi, dan suatu ketika energi tersebut akan dilepas menjadi gempa bumi.

Berdasarkan referensi yang dikumpulkan (Newcomb dan McCan, 1987; Okal, 2012) dan catatan BG, kejadian gempa bumi di Busur Sunda setelah tahun 1900 pernah terjadi pada tahun 1903 (M 7,9), 1921 (M 7,3), 1937 (M 7,2), 1994 (M 7,8) dan 2007 (M 7,7).

Menurut perhitungan para ahli kebumian, gempa bumi bersumber dari zona Megathrust Busur Sunda terutama dari zona megathrust di selatan Jawa diperkirakan kekuatannya mencapai magnitudo delapan, sehingga diperkirakan berpotensi terjadi tsunami.

Data tersebut dipergunakan untuk melakukan pemodelan bahaya gempa bumi dan tsunami dengan kondisi kasus terburuk guna mendukung upaya mitigasi gempa bumi dan tsunami.

Hal ini dilakukan juga oleh BG dalam menyusun Peta Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi (KRBG) dan Peta Kawasan Rawan Bencana Tsunami (KRBT).

Kejadian gempa bumi dan tsunami hingga kini belum dapat diramal menyangkut waktu, kekuatan dan lokasinya, sehingga upaya terbaik yang dapat dilakukan adalah melalui peningkatan upaya mitigasi yang dilakukan secara struktural dan non struktural.

Mitigasi struktural dilakukan melalui pembangunan fisik untuk dapat mengurangi jenis-jenis bahaya gempa bumi dan tsunami. Mitigasi non struktural dilakukan dengan meningkatkan kapasitas pemerintah setempat dan penduduk yang bermukim dan beraktivitas di KRBG dan KRBT guna menghadapi ancaman potensi bencana gempa bumi dan tsunami.

(Rani Hardjanti)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita edukasi lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement